UNIKA Soegijapranata Identifikasi Aktor Lokal Perawat Kehidupan Beragama dan Berkeyakinan di Lima Kota

Loading

oleh     : Ryan Richard Rihi
editor   : Syafira Khairani, Program Officer Promoting Tolerance and Respect for Diversity INFID

Dalam sebuah upaya untuk mempromosikan inklusivitas dan toleransi dalam kehidupan beragama dan berkeyakinan di Indonesia, Universitas Katolik (UNIKA) Soegijapranata melalui konsorsium INKLUSI melakukan pemetaan pemimpin lokal di lima kota strategis di tanah air. Melalui serangkaian focus group discussion (FGD) yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, inisiatif ini mengungkap peran penting yang dimainkan oleh para pemimpin lokal dalam memelihara harmoni di tengah keberagaman. Kota-kota yang dipilih, yaitu Ambon, Depok, Kupang, Manado, dan Surabaya, memiliki keragaman yang unik dalam hal komposisi agama, serta sejarah konflik dan perdamaian yang beragam. Peserta FGD berasal dari berbagai latar belakang, termasuk organisasi keagamaan, organisasi perempuan, organisasi kepemudaan, lembaga pendidikan, organisasi masyarakat sipil, media, dan komunitas adat.

Aktor Lokal Dorong Toleransi, Siapa Saja?

Salah satu temuan penting dari FGD adalah peran sentral yang dimainkan oleh pemerintah lokal, pemimpin agama, dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dalam mewujudkan situasi toleran atau intoleran. Hierarki pemerintahan dari atas ke bawah sering kali memengaruhi pembentukan kebijakan.

Sementara itu, para pemimpin agama memiliki pengaruh besar dalam menafsirkan hubungan dengan pemeluk agama dan kepercayaan lain. Situasi toleran akan lebih mungkin terbangun ketika pemimpin agama, dalam menginterpretasi eksistensi agama dan kepercayaan lain, membawa pesan untuk membangun relasi positif. Sementara itu, FKUB memainkan peran penting dalam merekomendasikan pendirian tempat ibadah.

Di sisi lain, universitas juga ditemukan sebagai aktor penting dalam mendorong toleransi. Sebagai tempat pertemuan pihak dari berbagai latar belakang, universitas berpotensi menjadi persemaian nilai-nilai inklusivitas dan wadah dialog antaragama. Peran media dan organisasi masyarakat sipil (OMS) juga tidak dapat diabaikan dalam menyebarkan atau mencegah intoleransi. Dalam konteks ini, media memiliki tanggung jawab besar untuk menyajikan informasi yang berimbang dan menghindari provokasi.

FGD ini mengungkapkan satu aktor penting dalam diskusi tentang toleransi: perempuan. Para perempuan, terutama ibu-ibu, ditemukan memainkan peran penting sebagai pendidik pertama dalam keluarga, menanamkan nilai-nilai perdamaian dan inklusivitas kepada anak-anak mereka. Ini menjadi fondasi awal untuk membangun masyarakat yang saling menghormati. Selain itu, keterlibatan perempuan dalam gerakan kemasyarakatan dan organisasi lintas agama juga menjadi kekuatan penting dalam mempromosikan perdamaian di tingkat akar rumput.

Di beberapa lokasi FGD, komunitas adat juga diidentifikasi sebagai aktor toleran yang dapat menjembatani hubungan antarkelompok agama melalui adat dan tradisi setempat. Hal ini menunjukkan pentingnya menghargai dan memanfaatkan kekayaan budaya lokal dalam mempromosikan perdamaian. Selain beberapa aktor yang telah disebutkan di atas, partai politik, ikatan atau jaringan kekeluargaan, serta kelompok usaha informal seperti pedagang kecil dan tukang ojek juga disebut peserta FGD sebagai aktor potensial untuk merawat perdamaian. Keberadaan ragam aktor ini menunjukkan bahwa tanggung jawab untuk membangun serta membina perdamaian, terutama dalam hal kebebasan beragama dan berkeyakinan, bukan tanggung jawab pemerintah semata-mata, melainkan semua pihak.

Temuan lain yang menarik adalah keberadaan agama-agama dan kepercayaan di luar enam agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia. Beberapa di antaranya berasal dari luar wilayah nusantara, sementara yang lain tumbuh dari komunitas-komunitas lokal. Fakta ini menegaskan kebutuhan untuk mengakui dan menghormati keberagaman yang ada, termasuk kelompok-kelompok mikro-minoritas.

Dalam konteks ini, FGD yang digelar juga mengungkapkan faktor-faktor penting yang mendukung inklusivitas, seperti pendidikan nilai-nilai toleransi dalam lingkungan keluarga dan sekolah, pemanfaatan simbol-simbol adat dan kebudayaan sebagai pemersatu, serta peran media yang berimbang. Selain itu, kebijakan yang adil dari pemerintah pusat dan keseimbangan agama dalam struktur pemerintahan, terutama pada kota yang pernah terjadi konflik bernuansa agama, juga dianggap penting.

Pemetaan pemimpin lokal dalam isu kebebasan beragama dan berkeyakinan ini dipandang paling tepat menggunakan pendekatan FGD. Selain karena cocok untuk total peserta yang relatif terbatas untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan moderator, FGD juga dinilai lebih efektif karena seluruh peserta dipandang setara kedudukannya dan berhak menyampaikan pendapat.

Kota-kota yang dipilih untuk pelaksanaan FGD ini didasari sejumlah pertimbangan: keberagaman mayoritas agamanya, pernah terjadi konflik antaragama, pemimpin lokalnya diasumsikan memiliki persepsi yang berbeda atas keberagamaan di daerahnya, serta jejaring yang dimiliki untuk menjadi panitia lokal. Hasil dari FGD ini menunjukkan bahwa upaya mempromosikan inklusivitas dan toleransi membutuhkan pendekatan yang menyeluruh, melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan menghargai kontribusi dari semua lapisan masyarakat, termasuk perempuan dan komunitas adat. Dengan mengakui dan menggali potensi perdamaian yang ada di tingkat lokal, Indonesia dapat terus memperkuat semangat Bhinneka Tunggal Ika dan membangun masyarakat yang saling menghormati dan inklusif.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Skip to content