Perjalanan Seorang Aktivis Perempuan Syiah dalam Melawan Diskriminasi

Loading

Oleh: Ai Sulastri

Latifah, seorang wanita berusia 26 tahun, menjalani hidup dengan keyakinan yang teguh pada ajaran Syiah. Di kota Bandung yang mayoritas penduduknya beragama Sunni, Latifah tetap setia pada keyakinannya, seperti seorang pelaut yang tetap berpegang pada arah kompasnya di tengah badai. Sebagai mahasiswa magister di sebuah kampus ternama, ia terlibat dalam berbagai kegiatan sosial dan keagamaan, menyuarakan perjuangan tanpa henti.

Sebagai aktivis perempuan Syiah, Latifah telah menjadi simbol perlawanan terhadap diskriminasi. Melalui organisasi Ijabi Muda, ia telah membangkitkan kesadaran akan hak-hak dasar manusia yang sering kali dilupakan.

Lahir dan dibesarkan dalam keluarga Syiah yang penuh semangat, Latifah telah menghadapi berbagai bentuk diskriminasi, bahkan dari paman dan saudara-saudaranya. Namun, ia tidak pernah memilih menjadi korban yang pasif. Ia memilih peran aktif dalam memperjuangkan kesetaraan dan keadilan, tidak hanya untuk dirinya sendiri dan keluarganya, tetapi juga untuk komunitasnya.

Dengan latar belakang pendidikan yang kuat dalam ilmu agama dan pendidikan, Latifah sering terlibat dalam diskusi keagamaan. Dedikasinya membuatnya dihormati oleh banyak orang, baik di dalam maupun di luar komunitas Syiah. Ia adalah sosok yang teguh berpegang pada keyakinannya sambil mendorong dialog dan toleransi antarumat beragama.

Pendekatan Moderasi dalam Beragama

Latifah menunjukkan bagaimana seseorang dapat memelihara keyakinan agama sambil mendorong dialog dan toleransi. Dalam perjalanan hidupnya, ia mengadopsi pendekatan moderasi beragama yang mencakup beberapa aspek kunci.

Pertama, hal ini bisa dilihat bagaimana Latifah sangat Menghormati Keyakinan Orang Lain. Dalam kehidupan sehari-hari, ia selalu berusaha untuk menghormati keyakinan dan praktik keagamaan orang lain, meskipun berbeda dari keyakinannya sendiri. Ia meyakini bahwa menghargai perbedaan adalah langkah awal menuju toleransi dan kerukunan beragama. Dalam konteks Indonesia yang plural, sikap ini penting untuk menjaga keharmonisan dan keamanan dalam masyarakat.

Latifah juga aktif dalam Dialog Antaragama, sebuah metode penting untuk mengurangi kesalahpahaman dan meningkatkan saling pengertian. Ia sering terlibat dalam diskusi yang mempromosikan dialog terbuka dan tanpa prasangka. Melalui kegiatan ini, seperti yang dilakukan oleh PW Fatayat NU Jabar dan INFID, Latifah berkontribusi pada upaya untuk memperjuangkan hak-haknya dan memahami perspektif orang lain.

Ketika menyangkut soal Pendidikan tentang Keberagaman, Latifah berperan penting dalam menanamkan nilai-nilai toleransi sejak dini. Ia percaya bahwa pendidikan yang menekankan keberagaman membantu membentuk generasi yang lebih menghargai perbedaan. Dengan mempelajari keberagaman dan berbagi pengetahuan ini dengan peserta lain, Latifah menunjukkan sikap saling menghargai yang sangat penting dalam masyarakat plural.

Latifah juga terlibat dalam Kolaborasi dalam Kegiatan Sosial, yang merupakan metode efektif untuk membangun kebersamaan dan mengurangi konflik antaragama. Melalui keterlibatannya dalam berbagai kegiatan sosial, ia berupaya menjalin hubungan harmonis antara berbagai kelompok agama. Aktivitas sosial ini memperkuat moderasi beragama dengan membangun rasa saling pengertian dan kebersamaan.

Dalam Menghindari Provokasi dan Konflik, Latifah memilih untuk tidak melawan mereka yang memojokkan keyakinannya. Ia lebih fokus pada hal-hal yang menyatukan dan memperkuat hubungan baik antar keluarga dengan keyakinan berbeda. Pendekatan ini menghindari tindakan atau ucapan yang bisa memicu konflik dan lebih menekankan pada upaya untuk menciptakan dialog yang harmonis.

Terakhir, Latifah menekankan pentingnya Memperkuat Identitas Kebangsaan di atas identitas keagamaan. Ia percaya bahwa mengutamakan identitas kebangsaan akan membantu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, memastikan bahwa semua orang dapat hidup dalam kedamaian dan kebahagiaan. Melalui berbagai pendekatan ini, Latifah tidak hanya memperjuangkan hak-haknya sendiri tetapi juga memberikan kontribusi signifikan terhadap upaya moderasi beragama di Indonesia. Pengalamannya mengajarkan kita bahwa perbedaan agama bukanlah penghalang, melainkan kekayaan yang memperkaya kehidupan bersama.

“Artikel ini memperoleh dukungan dari Fatayat NU Jawa Barat & INFID dalam rangka konsorsiumĀ INKLUSIā€

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Skip to content