Oleh: Paridah Napilah
Tahun 2023 menandai sebuah babak baru dalam perjalanan saya sebagai seorang fasilitator. Kali ini, saya terjun ke dalam dunia kampanye perdamaian, sebuah pengalaman yang baru dan penuh tantangan. Melalui kampanye ini, saya berkesempatan untuk menyebarluaskan pesan damai di kalangan siswa dan siswi di 40 sekolah tingkat SLTA se-Bandung Raya. Inisiatif ini, yang diorganisir oleh Aliansi Indonesia Damai (AIDA) bersama tim mitra Bandung yang terdiri dari tujuh anggota, merupakan langkah penting dalam upaya membangun kesadaran perdamaian di kalangan generasi muda.
Momen yang paling berkesan adalah ketika pertama kali saya mengikuti pelatihan di kota Depok bersama Ibu Neng Hannah. Saat itu, kami sedang berpuasa dan tiba di Depok pukul 18.30, lalu bertemu dengan tim AIDA pusat. Setelah itu, saya mengikuti rangkaian pelatihan tersebut. Senang sekali rasanya bertemu dengan orang-orang hebat yang memberikan banyak inspirasi.
Pelatihan berlangsung selama 3 hari, dan banyak ilmu yang saya dapatkan, terutama sebagai seorang pemula dalam tim kampanye perdamaian. Awalnya, saya merasa tidak percaya diri dengan tugas yang diberikan karena belum memiliki pengalaman, tetapi dengan motivasi dan keinginan yang kuat saya terus belajar dan memahami tujuan kegiatan ini.
Saya menyadari, bahwa apapun latar belakang kita, kita memiliki tanggung jawab untuk mengedukasi dan menyampaikan pentingnya menjaga perdamaian di lingkungan kita. Perdamaian adalah fondasi utama untuk menciptakan kehidupan yang aman dan lancar dalam aktivitas sehari-hari.
Dalam konteks Indonesia yang kaya akan keberagaman agama dan budaya, perdamaian menjadi hal yang sangat penting. Di tengah berbagai perbedaan, sering kali muncul konflik yang disebabkan oleh ketidaktahuan dan prasangka. Melalui kampanye ini, kami berharap dapat memberikan pemahaman baru serta memperkuat komitmen terhadap pentingnya menjaga harmoni dan toleransi di lingkungan sekolah.
Keterlibatan saya dalam kampanye ini tidak lepas dari motivasi pribadi untuk memberikan dampak positif di tengah maraknya masalah seperti bullying dan kekerasan fisik di sekolah. Kegiatan ini melibatkan 80 siswa dan siswi dari setiap sekolah, yang diambil sebagai perwakilan dari setiap kelas. Proses awal kami dimulai dengan Training of Trainers (TOT), sebuah langkah krusial di mana kami harus tampil langsung di lapangan dan menjadi perhatian tim Aliansi Indonesia Damai. Ini adalah titik awal yang menentukan bagi tim perdamaian di Bandung untuk belajar dan mempersiapkan langkah-langkah ke depan.
Saat pelaksanaan kampanye perdamaian, respons siswa-siswi sangat antusias. Bahkan, beberapa sekolah meminta tambahan jumlah peserta, meskipun keterbatasan fasilitas membatasi kami hanya pada 80 peserta per sekolah. Kami berharap, para peserta ini akan menjadi agen-agen perdamaian yang menyebarluaskan pesan positif di lingkungan sekolah dan tempat tinggal mereka.
Tentu saja, setiap kegiatan memiliki tantangannya sendiri. Dalam kampanye ini, tantangan utama terletak pada penjadwalan yang sering berbenturan dengan aktivitas sekolah serta kesulitan dalam menciptakan suasana kondusif. Kami sebagai fasilitator harus bekerja keras untuk memastikan bahwa setiap sesi berjalan lancar dan informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh peserta. Evaluasi rutin di akhir setiap sesi menjadi salah satu strategi kami untuk terus meningkatkan kualitas kegiatan. Kegiatan ini bukan hanya memberikan pengetahuan baru kepada generasi muda tentang pentingnya perdamaian dan toleransi, tetapi juga berfungsi sebagai langkah konkret menuju masyarakat yang lebih damai. Pengalaman pertama saya dalam kampanye ini sangat berharga, karena memberikan pemahaman mendalam tentang esensi perdamaian dan bagaimana cara mencapainya. Melalui usaha dan dedikasi kami, semoga Indonesia dapat menjadi negara yang damai dan aman, sesuai dengan harapan dan cita-cita kami.
“Artikel ini memperoleh dukungan dari Fatayat NU Jawa Barat & INFID dalam rangka konsorsium INKLUSI”