Pemenuhan Hak Pekerja Migran Perspektif Fikih

Loading

By Mohammad Soleh Shofier 7 Juni 2024

BincangSyariah.Com– Pemenuhan hak pekerja migran hukumnya wajib. Karena pemenuhan hak merupakan kesepakatan yang wajib ditunaikan sebagai kompensasi dari jasa pekerja migran.  Berkaitan dengan kewajiban tersebut berkelindan dengan hak-hak yang mesti didapat oleh pekerja migran. Ada 4 hak pekerja migran yang perlu dijelaskan dan dipenuhi oleh pihak perusahaan atau perorangan.

4 Hak Pekerja Migran yang Perlu Ditunaikan

Dari 4 hak tersebut maka hak pekerja migran sesungguhnya masuk ke banyak konsep dalam fikih. Antara lain konsep perjanjian yang mengikat kontrak, mulai dari jam kerja maupun upah. Selain itu, juga konsep ijarah di mana pekerja migran menyediakan jasanya. Terakhir, konsep milkul Yamin juga menarik disinggung terkait kontrak jenis pekerjaannya.

Pertama, pekerja migran berhak memperoleh semua hak-hak yang telah disepakati dalam kontrak. Sehingga wajib atas perusahaan untuk memenuhi poin-poin kontrak tersebut dan tidak boleh berlaku manipulasinya dengan merevisi poin yang disepakati secara wenang-wenang.

Dalam Al-Qur’an tertulis kewajiban menunaikan janji-janji yang juga meliputi  kontrak kerja yang disepakati. Mengingat ayatnya yang berlaku umum.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَوْفُوا۟ بِٱلْعُقُودِ

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji itu…” (QS. Al-Maidah [5]: 1)

Kedua, terkait dengan pekerjaan yang dibebankan kepada pekerja migran. Yaitu mesti dalam kemampuan pekerja migran. Tidak boleh membebani melebihi kapasitas pekerja. Dalam fikih, konsep membebankan pekerjaan lebih dari kapasitas, hukumnya haram. Sehingga disunahkah meringankan beban kerjanya.

Secara teknis dalam Kifāyatu al-Akhyar (hal: 448) disebutkan.

وَلَا يُكَلف من الْعَمَل مَالا يُطيق وَإِذا اسْتَعْملهُ لَيْلًا أراحه نَهَارا وَبِالْعَكْسِ

“Tidak boleh membebankan budak (pekerja pekerja migran) pekerjaan yang di luar kapasitasnya. Bila sudah dipekerjakan di malam hari hendaknya siangnya diistirahatkan, atau kebalikannya”.

Sementara dalam dunia kontemporer ini, ketentuan di atas bisa juga mencakup pekerja migran yang bekerja di sebuah instansi. Maka para majikan atau direktur sepantasnya meringankan pekerjaan pekerja migran. Konsekuensinya, bila pekerja migran dibebankan pekerjaan yang sangat memberatkan maka pihak pekerja migran berhak memutus kontrak atau melapor kepada pihak berwajib untuk menggugatnya.

Ketiga, upah yang mesti dibayarkan. Terkait upah maka wajib dibayar sebagaimana ulama sepakat tentang kewajiban tersebut. Upah atau gaji tersebut sebagai kompensasi dari pekerjaan sang pekerja migran. Wahbah al-Zuhaily dalam Fiqh al-Islamī wa Adillatuhu juz 8, halaman 6452 menegaskan.

 وله حقه في الأجر العادل الكافي مقابل عمله

Artinya; “Dan bagi pekerja (termasuk pekerja migran) ia mendapatkan hak gaji yang sesuai dan adil sebagai kompensasi pekerjaannya”.

Sementara Imam al-Rafi’i menegaskan bahwa upahnya harus jelas nominalnya dan sesuai kriteria tsaman (uang jual beli) bila tidak dibayar di muka. Dalam al-‘Azīz juz 6 hal 86, Imam Rafi’i menegaskan;

ويجب أن تكون الأجرة معلومة القدر، والوصف كالثمن إذا كان في الذمة

Artinya; “Wajib hukumnya gaji tersebut diketahui nominalnya dan sesuai dengan kriteria tsaman bila ada salam tanggungan”.

Terkait pembayaran upah  tidak sedikit hadis yang membahas teknis pembayarannya agar tidak ditunda-tunda apa lagi tidak dibayar. Salah satunya, hadis yang Imam Muslim dan Bukhari yang meriwayatkan dari jalur Anas bahwa Abu Thaibah melakukan canduk kepada Nabi lalu Nabi langsung membayarkan upahnya dengan satu karung kurma.

عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال : ” حَجَمَ أَبُو طَيْبَةَ رَسولَ اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْه وسلَّم ؛ فَأَمَرَ لَهُ بِصَاعٍ مِنْ تَمْرٍ

Artinya; “Dari Anas bin Malik, “Abu Thaibah mencanduk Nabi lalu Nabi memerintahkannya untuk memberikan satu karung kurma (sebagai upah)” (HR. Bukhari & Muslim).

Selain hadis praktik tersebut, juga hadis yang memerintahkan agar membayar upah segera mungkin sebelum keringat pekerja belum kering.

 قال رسول الله ﷺ: ” أعْطوا الأجير أجْره ؛ قبل أنْ يَجف عَرَقه

Artinya; “Rasulullah bersabda, “Berikanlah upah para pekerja itu sebelum keringatnya kering”.

Hadis ini tidak hanya memerintahkan untuk menyegerakan pembayaran gaji pada seseorang tetapi juga larangan untuk menunda-nunda pembayaran karyawan.

Keempat, jaminan sosial. Artinya, pekerja migran memiliki hak jaminan sosial yang wajib dipenuhi semisal terjadi kecelakaan kerja maka wajib membiayai tanggungan rumah sakit. Wahbah al-Zuhayli dalam kitabnya al-Fiqh al-Islami juz 8, halaman 6452 menegaskan;

 وله الحق في كل الضمانات المتعلقة بالسلامة والأمن

Artinya; “Pekerja pekerja migran berhak mendapatkan fasilitas jaminan sosial berupa kesehatan maupun keamanan”.

Dalam fikih klasik jaminan sosial ini sesungguhnya dikategorikan kebutuhan pokok semisal makan dan biaya lain-lain yang mencakup jaminan sosial. Dalam kitab Kifāyatu al-Akhyār halaman 440,  ketika menjelaskan hak jaminan sosial seorang pekerja menegaskan;

وَقد اتّفق الْعلمَاء على ذَلِك فَيلْزمهُ إطعامه ومؤنته بِقدر الْكِفَايَة وَيعْتَبر فِي ذَلِك رغبته وزهادته

Artinya; “Sungguh ulama sepakat atas kewajiban jaminan sosial itu sehingga wajib atas majikan untuk memberikan makanan dan biayai hidupnya (jaminan sosial) dengan cukup untuk pekerjanya.

Sementara itu, bila terjadi silang sengkarut atau persengketaan antara pihak perusahaan dan pekerja migran maka negara wajib mengintervensi guna memastikan hak-hak dan kewajiban masing-masing dengan penuh keadilan. Sebagai bentuk kehadiran negara yang memiliki kewajiban untuk melindungi warga negaranya dan menjamin kesejahteraan hidup warga negara.

Hal ini sebagaimana ditegaskan Wahbah al-Zuhayli dalam al-Fiqh al-Islami halaman 6452;

إذا اختلف العمال وأرباب العمل فمن حقهم على الدولة والقضاء التدخل دون تمييز، لرفع الظلم وإقرار الحق

Artinya; “Bila terjadi sengketa antara pekerja dan pemilik maka kewajiban negara hadir untuk mengintervensi keputusan hukum tanpa adanya diskriminasi untuk menghilangkan kezaliman dan menetapkan hak-haknya”.

Walhasil, Islam datang dengan membawa banyak prinsip universal untuk menjamin hak-hak kaum proletariat yang dulunya berupa budak dan pekerja, termasuk pekerja migran saat ini.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Skip to content