Penulis: Gresy Kristriana
Editor: Rahmatul Amalia Nur Ahsani, Program Assistant Building Resilience Against Violent Extremism INFID
Fatayat NU sebagai organisasi masyarakat berbasis keagamaan yang memiliki perhatian terhadap isu-isu toleransi, mempromosikan aksi moderat melalui aktivitas pembuatan modul jurnalistik yang mengarusutamakan isu moderasi pada akhir bulan Agustus 2023. Modul yang diberi judul “Modul Jurnalistik Inklusi untuk Kebangsaan dan Kesetaraan ini disusun oleh Pimpinan Wilayah (PW) Fatayat NU Jawa Barat.
Modul tersebut dirancang untuk dijadikan rujukan oleh para jurnalis, influencer, dan praktisi media lainnya dalam mengemas seluruh informasi, berita, atau konten-konten sosial media yang toleran dan inklusif. Untuk mengupayakan praktik menjadi jurnalis inklusif tersebut, PW Fatayat NU Jabar bekerja sama dengan INFID melaksanakan kegiatan kelas pelatihan jurnalistik. Kegiatan kelas pelatihan jurnalistik ini melibatkan 13 orang dari berbagai lembaga pegiat media serta 27 orang perwakilan Fatayat dari 27 kota/kabupaten se-Jawa Barat yang aktif dalam pengelolaan media, baik media lembaga maupun media yang bersifat individu sebagai influencer.
Kelas Pelatihan Jurnalistik dilaksanakan dengan 11 kali pertemuan secara daring pada 7 September 2023 sampai 12 Oktober 2023 yang di dalamnya memuat 10 sesi dengan topik yang berbeda. Terdapat 10 sesi dengan topik yang berbeda-beda. Sesi pertama membahas tentang moderasi beragama, sesi kedua yaitu moderasi beragama dan berita, sesi ketiga membahas peran jurnalis dalam moderasi beragama, sesi keempat tentang etika dalam peliputan agama, sesi kelima mengenai jurnalisme lintas agama, sesi keenam tentang menangani konflik berbasis agama dalam berita, di lanjut di sesi ketujuh tentang jurnalisme berperspektif perempuan, sesi kedelapan mengenai melawan diskriminasi gender dan jurnalisme, sesi kesembilan yaitu praktik jurnalisme yang baik dan ditutup dengan sesi kesepuluh tentang rencana tindak lanjut yang akan dilakukan oleh peserta.
Pentingnya Keterlibatan Perempuan dalam Jurnalisme
Dalam pelatihan jurnalistik inklusif, peserta diajak untuk mengenal lebih mendalam tentang keterlibatan perempuan di dalam jurnalisme pada kelas sesi ke tujuh yang telah dilaksanakan pada 3 Oktober 2023. Hal ini berangkat dari kesadaran bahwa keterlibatan perempuan dalam jurnalisme bukan hanya soal keadilan, tetapi juga soal kualitas dan kedalaman pemberitaan.
Di era modern ini, representasi perempuan dalam media masih seringkali dipandang sebelah mata, terutama dalam hal objektifikasi seksual dan stereotip gender. Misalnya, dalam pemberitaan lebih ditekankan pada penampilan fisik perempuan daripada prestasi atau posisinya. Hal ini terlihat dalam judul-judul berita yang menggambarkan seorang walikota perempuan sebagai “walikota yang cantik” alih-alih menyoroti pencapaian atau kompetensinya sebagai pemimpin.
Kemudian dalam banyak iklan, perempuan masih sering kali ditampilkan dalam konteks domestik atau sebagai objek kecantikan. Program televisi juga sering kali memberi kontribusi negatif terhadap citra perempuan, menggambarkan mereka sebagai sosok yang lemah, tidak berdaya, atau hanya menarik secara fisik. Pemberitaan seperti ini mengikis nilai dari prestasi yang telah dicapai perempuan dan mengalihkan perhatian publik dari hal-hal yang substantif.
Hadirnya jurnalisme berperspektif perempuan bertujuan untuk mengubah narasi yang merugikan perempuan dan menggantikannya dengan narasi yang lebih adil dan seimbang. Langkah ini mencakup upaya untuk melihat perempuan tidak hanya sebagai objek berita tetapi juga sebagai subjek yang memiliki otoritas dan kemampuan. Misalnya, media tak jarang gagal dalam menampilkan perempuan dalam konteks yang tidak terkait dengan seksualitas mereka. Ketika perempuan menjadi korban kejahatan, media sering kali lebih fokus pada penampilan mereka atau mengeluarkan komentar-komentar yang memperburuk situasi mereka sebagai korban. Hal ini perlu diubah dengan memperkenalkan perspektif yang lebih humanis dan adil dalam pemberitaan.
Beberapa media juga telah berhasil memperjuangkan kesetaraan gender melalui pemberitaan yang sensitif terhadap isu-isu perempuan contohnya, profil ulama perempuan dalam jaringan Koalisi Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang meneguhkan otoritas perempuan sebagai pemimpin dan tokoh masyarakat. Pemberitaan tentang tokoh-tokoh perempuan yang inspiratif, seperti kisah Bu Nani yang mendirikan PAUD setelah 21 tahun terkurung di rumah, menunjukkan bahwa perempuan mampu melakukan perubahan besar dalam masyarakat.
Mengapa Penting Perempuan Hadir dalam Jurnalisme?
Keberadaan perempuan dalam profesi jurnalis sangat penting untuk mengawal isu-isu keperempuanan yang sering kali tercecer dan kurang mendapat perhatian. Jurnalis perempuan dapat membuka akses luas dalam berbagai aspek sosial, ekonomi, budaya, dan politik yang mungkin terlewatkan oleh jurnalis laki-laki. Mereka juga dapat memperkuat dimensi sosial dan membangun keberpihakan pada kelompok rentan dan marginal.
Jurnalisme memiliki peran besar sebagai salah satu pilar demokrasi. Oleh karena itu, perempuan perlu hadir dalam dunia jurnalisme untuk memastikan bahwa isu-isu yang terkait dengan mereka mendapat perhatian yang layak. Misalnya, beberapa media alternatif seperti Konde.co dan Magdalene telah berhasil mengadvokasi isu-isu kekerasan seksual dan memperjuangkan hak-hak perempuan. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa jurnalisme dapat menjadi alat yang efektif untuk perubahan sosial.
Masa depan perempuan dalam jurnalisme harus dilihat dengan optimisme dan strategi yang jelas. Perlu adanya peningkatan kapasitas jurnalis perempuan, baik dalam hal teknis maupun naratif. Jurnalis perempuan perlu dibekali dengan literasi digital dan kemampuan untuk melindungi diri dari serangan digital yang sering kali menargetkan aktivis perempuan. Selain itu, perlu ada dorongan untuk lebih banyak perempuan berada di posisi pengambilan keputusan di media. Hal ini penting untuk memastikan bahwa perspektif perempuan selalu dipertimbangkan dalam setiap keputusan editorial media. Dengan lebih banyak perempuan terlibat dalam jurnalisme, kita dapat memastikan bahwa isu-isu yang penting bagi perempuan mendapat perhatian yang layak dan bahwa representasi perempuan dalam media menjadi lebih positif dan inspiratif. Perubahan ini tidak hanya akan memperkuat posisi perempuan dalam masyarakat, tetapi juga akan meningkatkan kualitas dan kredibilitas media itu sendiri.