Oleh : Indri Ayu Tikasari
Editor : Rahmatul Amalia Nur Ahsani, Program Assistant Building Resilience Against Violent Extremism INFID
–
Sumber: Dokumentasi Arsip SETARA Institute
Merujuk pada Indeks Kota Toleran (IKT) tahun 2023 yang diterbitkan oleh SETARA Institute, Kota Medan menempati peringkat 73 dari 94 kota berdasarkan tingkat toleransi di Indonesia. Meskipun demikian, hal tersebut merupakan langkah baik yang dilakukan oleh seluruh elemen di Kota Medan, mengingat pada IKT tahun 2022, Kota medan berada pada urutan ke-88 dari 94 kota.
Menindaklanjuti hal tersebut, sebanyak 25 partisipan yang berasal dari beragam kelompok masyarakat, seperti pemerintah, media massa, masyarakat sipil, akademisi, organisasi keagamaan, serta para penghayat kepercayaan berkumpul bersama dalam dialog online yang diselenggarakan oleh SETARA Institute bersama Konsorsium INKLUSI.
“Keberadaan agama dan etnis di Kota Medan sangat beragam, maka dari itu bisa kita sebut Kota Medan ini merupakan miniatur dari Indonesia” tutur Andy Mario Siregar dari Kesbanpol Kota Medan yang merupakan salah satu peserta kegiatan tersebut.
Lely Zailani, Ketua Dewan Ahli HAPSARI Sumatera Utara yang merupakan salah satu narasumber pada kegiatan ini sependapat dengan pernyataan di atas, menurutnya keberagaman ini merupakan sebuah kekayaan sekaligus juga tantangan. Diperlukan pengelolaan yang tepat guna menjaga keragaman ini menjadi sebuah kekuatan sebuah daerah.
Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah Kota Medan terus mengupayakan kegiatan dan program yang mendukung kerukunan antar masyarakat. Zulheddi dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Medan, salah satu narasumber juga mengungkapkan bahwa FKUB sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Kota Medan baru saja menyelenggarakan FKUB Expo selama 3 hari 2 malam. Kegiatan ini diikuti oleh jajaran seluruh agama. Selain itu FKUB telah berhasil membuat Deklarasi Medan Rukun sebagai upaya konkrit Pemerintah Kota Medan dalam mendukung kerukunan antar masyarakat.
Meskipun begitu, tantangan untuk menuju masyarakat yang rukun dan toleran masih ada. Salah satu peserta yang berasal dari Gereja Bethel Indonesia (GBI) menyebutkan bahwa permasalahan yang terjadi pada Gereja Bethel Philadelphia di Martubung selama ini dianggap sudah selesai oleh banyak pihak, namun hingga saat ini sebenarnya masih terdapat tantangan yang dihadapi terkait perizinan tersebut.
Irwansyah yang merupakan seorang Dosen di UIN Sumatera Utara juga ikut mencurahkan kegelisahannya terkait fenomena yang disebutkan sebelumnya, menurutnya Kota Medan harus membuat strategi khusus untuk menuntaskan persoalan atau konflik di masyarakat hingga sampai ke akarnya. Irwansyah menekankan perlunya ada penyamaan persepsi antara pembuat kebijakan dan para peneliti dalam memahami makna kerukunan dan toleransi, sehingga konflik yang terjadi di masyarakat mendapatkan penanganan atau respons yang tepat dari pemangku kebijakan.
Kayanya keberagaman yang mendiami Kota Medan tentu akan menimbulkan tantangan yang juga beragam di kemudian hari, sehingga membutuhkan perhatian khusus dan upaya kolektif dari seluruh kelompok masyarakat dan pemerintah untuk menjaga agar keberagaman tersebut terhindar dari konflik sosial.
Hal ini senada dengan yang harapan dari seluruh peserta kegiatan diskusi online yang dilaksanakan pada Rabu, 30 Oktober 2024 tersebut. Seluruh peserta merasa sangat optimis akan masa depan Kota Medan yang lebih rukun dan toleran. Zulhedi juga mengingatkan kepada seluruh kelompok masyarakat untuk terus mendukung upaya perdamaian melalui penggunaan diksi-diksi yang baik dan pantas dimanapun berada guna merawat dan melestarikan nilai perdamaian di Kota Medan.