Oleh : Indri Ayu Tikasari
Editor : Rahmatul Amalia Nur Ahsani, Program Assistant Building Resilience Against Violent Extremism INFID
Sumber: Arsip Dokumentasi Yayasan Inklusif
Di tengah maraknya ujaran kebencian dan misinformasi yang terjadi di ruang digital, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) telah menindak 1.042 akun media sosial pada tahun 2022 akibat penyebaran konten bermuatan kebencian berdasarkan pada suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Merespon hal tersebut, Yayasan Inklusif bersama dengan Konsorsium INKLUSIF menggelar Pelatihan Pengelolaan Media Sosial yang Efektif untuk Kampanye Kebebasan Beragama/Berkeyakinan bagi Generasi Muda. Yayasan Inklusif melihat generasi muda yang merupakan mayoritas pengguna media sosial sebagai agen perubahan. Pemuda bukan hanya dilihat sebagai pengguna, namun juga pencipta ruang aman dan inklusif di ruang digital. Kegiatan ini telah berhasil diselenggarakan di Wisma Makara UI pada 23 November 2023.
Sebanyak 29 orang muda yang berasal dari berbagai organisasi kemahasiswaan ataupun organisasi kepemudaan seperti PMII, GMNI, Pemuda Ahmadiyah, Gusdurian dan organisasi lainnya secara aktif mengikuti pelatihan yang diinisiasi oleh Yayasan Inklusif.
Dalam upaya menghadirkan pembekalan yang cukup bagi kelompok orang muda dalam mengelola media sosialnya dan kaitannya dengan kampanye kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB), Yayasan Inklusif menghadirkan wartawan, konten kreator dan praktisi media sosial sebagai narasumber.
Sebagai basis pemahaman peserta pelatihan, pada materi awal membahas tentang aspek hukum KBB. Dalam konteks internasional, terdapat beberapa produk hukum yang mendukung KBB, salah satunya adalah Universal Declaration of Human Rights atau biasa dikenal sebagai DUHAM yang menyatakan bahwa setiap orang diberikan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan sesuai dengan hati nuraninya.
Kemudian, dalam konteks nasional, jaminan terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan juga telah ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 29 ayat 2, yang menyatakan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Dalam kegiatan tersebut juga terdapat kegiatan interaktif yang diikuti oleh peserta guna memantik motivasi dan kreativitas berpikir, dimana peserta diberikan 4 studi kasus pelanggaran KBB yang pernah terjadi di Indonesia untuk kemudian dianalisis dan dibuatkan strategi kampanye di media sosial.
Sumber: Arsip Dokumentasi Yayasan Inklusif
Kemudian materi selanjutnya adalah Strategi Kampanye KBB di Media Sosial yang disampaikan oleh Dedik Priyanto dari Islami.co. Dalam sesi ini peserta diajak untuk mengenal lebih dalam lagi terkait konsep dan tools yang meliputi pada media sosial media seperti pembuatan narasi, algoritma, trending, ads dan lainnya.
Kerap kali tren dijadikan sebagai pedoman dalam bermedia sosial, namun perlu dipahami bahwa kehadiran tren dapat dijadikan inspirasi, namun tren bukan segalanya.
“Konten yang paling oke adalah konten yang memiliki isi dan kemasan yang menarik, sesuai dengan minat dan kebutuhan audiens, serta memiliki nilai tambah atau manfaat bagi mereka” jelas Didik.
Selain itu juga disebutkan bahwa cara yang paling direkomendasikan dalam mempromosikan kampanye yang sedang dilakukan ialah menjalin kolaborasi dengan jaringan yang kita miliki dan micro influencer untuk meningkatkan interaksi, partisipasi, dan dukungan audiens terhadap konten yang kita hadirkan.
Tips dan trik mendongkrak atensi di media sosial juga dijelaskan oleh pemateri ketiga, yaitu Siti Romlah dari Juris Polis Institute. Menurutnya penting sekali untuk melakukan identifikasi jenis media sosial yang akan digunakan untuk melakukan kampanye KBB, sehingga produksi konten dapat disesuaikan dengan karakteristik platform media sosial yang kita pilih.
Yayasan Inklusif berhasil mendorong kelompok orang muda untuk menciptakan gelombang narasi positif tentang KBB dalam media sosial dengan hadirnya rencana aksi kampanye pada akhir sesi pelatihan ini. Para peserta dibantu oleh fasilitator sepakat untuk membangun platform media sosial bersama sebagai media praktik dalam mengkampanyekan keberagaman.
Pembekalan pengetahuan yang telah diberikan selama pelatihan diharapkan dapat dipraktikkan pada platform bersama tersebut dengan tetap mengintegrasikan nilai-nilai toleransi dan kebebasan beragama/berkeyakinan ke dalam konten digital yang relevan dengan konteks sosial mereka.
Hal ini menjadi langkah penting untuk memastikan bahwa narasi positif benar-benar hidup dan bergaung di ruang-ruang media sosial bersama para kelompok pemuda.