Menyoroti Konflik Keagamaan di Jawa Barat

Loading

Penulis: Gresy Kristriana
Editor: Rahmatul Amalia Nur Ahsani, Program Assistant Building Resilience Against Violent Extremism INFID

Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman budaya dan agama, hal tersebut menjadikan Indonesia memiliki tantangan dalam menjaga harmoni antar umat beragama. Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) menunjukkan bahwa konflik keagamaan di Indonesia cenderung mengalami peningkatan[1]. Penelitian SETARA Institute, menemukan bahwa Jawa Barat merupakan wilayah yang memiliki banyak kasus pelanggaran kebebasan dan berkeyakinan dengan jumlah 629 kasus selama 12 tahun terakhir[2].

Catatan Komnas Perempuan juga mencatat banyaknya kebijakan diskriminatif pemerintah Jawa Barat yang melanggar hak kebebasan beragama. Konflik semacam itu tidak hanya merugikan kelompok minoritas, tetapi juga mengancam stabilitas sosial dan keamanan daerah.

Dalam menanggapi permasalahan tersebut, INFID dan PW Fatayat NU Jawa Barat mengadakan serial diskusi tentang “Pemetaan Konflik Keagamaan di Jawa Barat dan Diseminasi Pengetahuan Mediasi” pada 14 November 2023 di Kota Bandung. Melalui diseminasi pengetahuan ini, peserta diskusi diberikan pendekatan yang sesuai untuk menghadapi dinamika konflik agama yang kompleks. Harapannya, strategi yang dihasilkan dari diskusi ini dapat memberikan respons yang efektif dan humanis terhadap konflik keagamaan di Jawa Barat, serta mencegah eskalasi konflik di masa yang akan datang.

Didampingi oleh fasilitator, peserta dibagi menjadi tiga kelompok diskusi untuk melakukan pemetaan konflik keagamaan berdasarkan tiga bagian yaitu dalam konteks intrareligious, interreligious, dan ekstrareligious.

Konflik ekstrareligius mencakup masalah antara komunitas agama dan pemerintah. Contohnya, penutupan gereja oleh pemerintah menjadi permasalahan yang sering muncul. Konflik intrareligius terjadi di dalam komunitas agama itu sendiri. Sebagai contoh, perbedaan antara Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah dalam praktik ibadah, seperti perbedaan pendekatan terhadap tahlil, dapat menyebabkan ketegangan di antara mereka. Sementara itu, konflik interreligius terjadi antara berbagai komunitas agama. Misalnya, konflik antara individu Muslim dengan penganut agama lain seperti Buddha atau Konghucu.

Berdasarkan hasil diskusi yang difasilitasi, terdapat konflik yang sering dialami oleh peserta yaitu:

Konflik Ekstrareligius

  1. Kasus dimana pembangunan gereja di pemukiman Muslim batal dilaksanakan karena masalah perizinan yang belum dikantongi oleh pihak gereja. Akhirnya bangunan tersebut dialihfungsikan menjadi pabrik.
  2. Umat Hindu di Bandung mengalami kesulitan dalam mendapatkan izin untuk membangun tempat ibadah mereka, serta kurangnya fasilitas pemakaman yang sesuai dengan praktik keagamaan berdasarkan kepercayaan Hindu.
  3. Adanya ketidakadilan dalam akses terhadap fasilitas umum, seperti tempat ibadah, yang kebanyakan dikuasai oleh institusi militer dan polisi.
  4. Penutupan Gereja Kristen Pasundan dan gereja di daerah Bandung Selatan, memaksa jemaat untuk pindah dan menyewa gedung baru.

Konflik Intrareligius

  1. Kasus sodomi yang dilakukan oleh guru ngaji terhadap anak-anak di bawah umur.
  2. Ketidakharmonisan antara pendakwah internal Islam dengan Islam kaum adat, yang menimbulkan persepsi yang berbeda dalam menjalankan ajaran Islam.
  3. Masalah terkait dengan perbedaan dalam aturan keagamaan seperti memelihara binatang di lingkungan yang memiliki sensitivitas agama yang tinggi.
  4. Adanya penolakan terhadap keluarga yang memiliki keyakinan atau aliran keagamaan yang berbeda, menyebabkan ketegangan dalam hubungan keluarga.
  5. Penolakan terhadap perayaan sepuluh Muharram oleh kelompok Syiah di Geger Kalong yang menunjukkan konflik antara masyarakat terhadap praktik keagamaan mereka.
  6. Penyegelan masjid Ahmadiyah di Sawangan Depok dan perusakan yang terjadi, menimbulkan konflik intrareligius di antara komunitas yang seharusnya memiliki keyakinan yang sama.
  7. Di Kabupaten Majalengka, konflik lebih sering terjadi antar ormas daripada lintas agama. Masyarakat awam terkadang memperbesar masalah-masalah kecil terkait praktik keagamaan.

Konflik Interreligius

  1. Gereja yang sering mengadakan kegiatan ibadah dengan volume suara kencang hingga larut malam sehingga mengganggu penduduk sekitar. Kemudian juga terdapat pondok pesantren yang cenderung bersikap ekstrim, menggunakan pengeras suara dengan volume tinggi untuk kegiatan syiar sehingga masyarakat sekitar merasa tidak nyaman.
  2. Terjadi ketegangan antara umat Islam dan Kristen dalam pembagian daging qurban. Sebuah kejadian di mana tetangga yang beragama Kristen memberikan daging qurban kepada anjingnya memicu ketidakpuasan di antara tetangga Muslim, yang akhirnya menyebabkan penolakan memberikan daging qurban kepada umat Kristen di perayaan-perayaan berikutnya.
  1.  Di beberapa tempat, terutama yang mayoritas penduduknya NU, konser-konser atau acara tertentu dapat dilarang atau dibatalkan atas perspektif dasar dari NU.
  2. Masih terdapat kebijakan di beberapa sekolah negeri di Kabupaten Tasikmalaya yang mewajibkan pelajar perempuan yang bukan beragama islam untuk memakai kerudung.

Sejauh mana Resolusi Konflik yang Dilakukan?

Setelah peserta membagikan cerita konflik yang pernah mereka alami atau dilihat, fasilitator mengarahkan pada sesi tentang resolusi konflik yang pernah mereka lakukan. Beberapa peserta menyampaikan resolusi konflik yang dilakukan adalah secara personal atau dari pengalaman yang mereka temui, seperti mendukung kegiatan keberagaman untuk mengedukasi masyarakat, melakukan mediasi dan advokasi dalam kasus-kasus tertentu khususnya pada konflik ekstrareligius, mengidentifikasi kepentingan masing-masing pihak berkonflik, serta melakukan pendekatan personal untuk meredakan konflik di lingkungan sekitar.

Beberapa peserta juga menyampaikan resolusi konflik yaitu memilih untuk menghindari konflik dan mengambil sikap bersabar agar permasalahan yang ada tidak semakin membesar. Hal ini dasari oleh latar belakang peserta yang beragam. Terdapat peserta yang belum teredukasi mengenai resolusi konflik keagamaan. Kemudian masih terdapat peserta yang melihat identitas status sosialnya di masyarakat yang merupakan dari kelompok masyarakat biasa, tidak memiliki pengaruh yang signifikan dan ketidakpercayaan diri dalam menyelesaikan konflik keberagaman.

Kompleksitas konflik keagamaan yang terjadi di Jawa Barat serta upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasinya menjadi dinamika tersendiri dalam menyoroti permasalahan keberagamaan. Melalui serial diskusi yang diadakan oleh INFID dan PW Fatayat NU Jawa Barat, peserta diskusi diberikan pemahaman mendalam tentang berbagai aspek konflik keagamaan, mulai dari konflik ekstrareligious, intrareligious, hingga interreligious. Resolusi konflik yang dilakukan, baik secara personal maupun melalui pendekatan kolektif, menjadi langkah penting dalam meredakan ketegangan dan mempromosikan toleransi serta kerukunan antar umat beragama di Jawa Barat. Kendati demikian, masih banyak catatan perbaikan yang perlu dilakukan kedepannya dalam mengambil langkah resolusi konflik secara proaktif.


[1] Panggabean, Rizal & Ali-Fauzi,  Ihsan. (2014). Pemolisian Konflik Keagamaan di Indonesia: Edisi Ringkas. Jakarta: PUSAD Paramadina

[2] Madrim, S. (2019). Setara Institute: Pelanggaran Kebebasan Beragama Terbanyak di Jawa Barat. Diakses 13 Mei 2024. https://www.voaindonesia.com/a/setara-institute-pelanggaran-kebebasan-beragama-terbanyak-di-jawa-barat/5162242.html

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Skip to content