Menyoal Rancangan Peraturan Presiden tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama

Loading

oleh: Ryan Richard Rihi
editor: Syafira Khairani, Program Officer Promoting Tolerance and Respect for Diversity INFID

Demi membuka ruang diskusi dan menghimpun masukan yang lebih luas mengenai Rancangan Peraturan Presiden tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, SETARA Institute bersama INFID mengadakan kegiatan Diskusi Terfokus Rancangan Peraturan Presiden dengan tajuk “Kerukunan Umat Beragama”. Kegiatan ini diselenggarakan pada Selasa, 25 Juli 2023, bertempat di Hotel Ashley Tanah Abang.  Peserta kegiatan ini adalah para perwakilan dari organisasi keagamaan, di antaranya adalah Gerakan Antar Iman JAKATARUB, Gereja Kristen Pasundan (GKP), Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI), Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI Pusat), Majelis Rohani Nasional Baha’i Indonesia, Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin), Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI), Persatuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), dan Ikatan Sarjana Kristen Indonesia Kota Depok.

Untuk diketahui, sebagai pengganti atas Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) No. 9 dan No 8 Tahun 2006 mengenai Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah, saat ini pemerintah tengah mengusahakan adanya Peraturan Presiden tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama. Ada pun, diskusi ini diadakan untuk merespons perkembangan terkini dengan telah adanya rancangan peraturan presiden terkait.

Membuka diskusi ini, Misthohizzaman, Direktur Eksekutif INFID, menyoroti signifikansi isu kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB), terutama di tengah tahun politik yang berpotensi menciptakan polarisasi dalam masyarakat.

“Isu-isu kerukunan KBB menjadi suatu isu yang penting di luar perkara bobot tahun politik yang berpotensi menimbulkan polarisasi yang bersifat merusak,” ungkap pria yang akrab disapa Iwan ini.

Diskusi terfokus ini terlebih dahulu diawali dengan paparan terkait Rancangan Peraturan Presiden tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama yang disampaikan oleh Sayyidatul Insiyah dari SETARA Institute. Dalam paparannya, Sayyidatul menjelaskan dinamika serta respons masyarakat sipil terhadap rancangan peraturan presiden (ranperpres) ini. Menurutnya, terdapat sejumlah usulan dari masyarakat sipil, baik yang sifatnya redaksional maupun substansial, terhadap draf ranperpres dimaksud.

Didasarkan pada diskusi-diskusi yang telah dilakukan sebelumnya, Sayyidatul menjelaskan beberapa isu yang mendapatkan perhatian khusus dari masyarakat sipil. Draf ranperpres ini dipandang perlu untuk memerhatikan aspek inklusivitas penghayat kepercayaan, pemerintahan yang inklusif, serta akselerasi pada pendirian rumah ibadah. Selain itu, agar bisa berperan lebih luas hingga menjembatani mediasi konflik antaragama, revitalisasi atas Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dianggap penting dilakukan.

“Terkait dengan inklusivitas kepercayaan, banyak poin yang belum mengakomodir kelompok penghayat. Maka dari itu, kami mengusulkan ditambahkan (frasa) berkepercayaan setelah (frasa) beragama. Selanjutnya juga terkait dengan FKUB, dikhawatirkan hanya mengakomodir 6 kelompok agama dan tidak kelompok penghayat lainnya. Diusulkan FKUB untuk menjadi FKUBB atau Forum Kerukunan Umat Beragama dan Berkepercayaan,” ungkapnya.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Skip to content