MediaLink Terbitkan Policy Paper untuk Pemajuan Toleransi dan Pencegahan Ekstremisme Kekerasan

Loading

Penulis: Gresy Kristriana

Editor: Naztia Haryanti, Consultant for Campaign INKLUSI

Gambar 1: Foto Peserta Kegiatan Rapat Penyusunan Paper Policy Pencegahan Radikalisme &
Penguatan Toleransi serta Keberagaman Pasca 2024
Sumber:  Arsip Dokumentasi Media Link

Pada 7 Maret 2024 – Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE) akan berakhir pada tahun 2024. Sebagai langkah keberlanjutan dan upaya memastikan semangat RAN PE tetap hidup dalam kebijakan publik di Indonesia, MediaLink melakukan inisiatif advokasi melalui penyusunan policy paper yang menyoroti peran strategis Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) dalam memperkuat toleransi dan mencegah ekstremisme berbasis kekerasan.

Sebagai bagian dari proses tersebut, MediaLink yang tergabung dari sekelompok pegiat masyarakat sipil dan akademisi berkumpul di Bakoel Kopi, Cikini pada 7 Maret 2024 untuk berdiskusi membahas dokumen yang diharapkan dapat berdampak besar. Diskusi ini menjadi momen penting dalam merumuskan rekomendasi kebijakan yang akan diajukan kepada berbagai lembaga negara, mulai dari Polri hingga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Pertemuan ini bukan semata-mata tentang membahas struktur dokumen. Lebih dari itu, forum ini menjadi ruang refleksi dan berbagi cerita tentang bagaimana aparatur negara di level akar rumput, khususnya Bhabinkamtibmas, sebenarnya memiliki peran besar dalam merawat keberagaman dan mencegah benih-benih radikalisme, namun kerap berjalan tanpa panduan yang sistematis. Maka, penyusunan policy paper ini diarahkan tidak hanya untuk mengisi celah kebijakan, tetapi juga sebagai ikhtiar memperkuat pendekatan humanis dalam menjaga keamanan.

Dalam diskusi tersebut disepakati bahwa isi policy paper terdapat kondisi umum toleransi dan ancaman ekstremisme kekerasan di Indonesia. Termasuk di dalamnya analisis tentang bagaimana kelompok orang muda, perempuan, dan kelompok rentan lainnya menjadi sasaran empuk penyebaran paham ekstrem. Paparan umum ini dianggap krusial sebagai tambahan wawasan bagi institusi seperti Pembinaan Masyarakat (Binmas) Polri yang selama ini menjadi mitra utama dalam kerja-kerja preventif atau pencegahan di masyarakat.

Draft awal policy paper telah dibagi dan ditulis berdasarkan empat pilar utama, yaitu: (1) keberlanjutan RAN PE, (2) perlindungan kelompok rentan berbasis agama, (3) refleksi kebijakan lokal, (4) dan strategi pencegahan intoleransi dan pemajuan toleransi. Semua bagian ini disusun berdasarkan evaluasi pelaksanaan RAN PE fase pertama, serta dinamika yang terjadi di lapangan.

Beberapa hasil rekomendasi utama dari policy paper ini menjadi titik krusial yang ingin disuarakan kepada para pengambil kebijakan. Pertama, policy paper menekankan bahwa penting untuk tetap menyasar kelompok rentan seperti orang muda, perempuan, dan keluarga melalui penguatan ketahanan sosial serta penyebaran narasi damai dan moderat, khususnya di ruang digital. Selain itu, dukungan terhadap media dan content creator perlu diperkuat agar kontra-narasi terhadap ekstremisme lebih menjangkau publik. Program deradikalisasi dan reintegrasi sosial bagi eks-Napiter juga harus terus dilanjutkan secara berkelanjutan. Untuk menjamin kesinambungan kebijakan, isu ekstremisme kekerasan perlu dimasukkan dalam RPJMN 2025–2029, disertai penguatan koordinasi dan implementasi hingga ke daerah melalui Rencana Aksi Daerah (RAD).

Rekomendasi kedua mengacu penguatan perlindungan terhadap kelompok minoritas agama yang sering menjadi target kekerasan atau diskriminasi. Peran Kementerian Agama untuk mempermudah syarat pendirian rumah ibadah dan memperkuat peran Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) sebagai ruang dialog serta resolusi konflik keberagamaan menjadi rekomendasi utama. Selain itu, dialog antar iman dan intra iman perlu diperkuat untuk menumbuhkan pemahaman keberagaman. Kepolisian juga perlu dilibatkan lebih aktif, termasuk dengan membekali Bhabinkamtibmas tentang prinsip keberagaman. Di sisi lain, masyarakat sipil, tokoh agama, dan forum-forum lokal seperti FKUB dan Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) diharapkan lebih proaktif dalam menyemai dialog dan memfasilitasi ruang-ruang damai lintas agama.

Rekomendasi ketiga berfokus untuk memperkuat penanggulangan ekstremisme kekerasan di daerah, perlu adanya peningkatan peran Wakil Presiden dalam memastikan sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah. Peran lembaga nasional seperti BNPT dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) juga perlu dimaksimalkan. Selain itu, Kemendagri diharapkan mengambil langkah tegas agar pemerintah daerah terlibat aktif dalam pencegahan ekstremisme, melalui kebijakan, program, anggaran, dan penguatan kapasitas aparatur daerah.

Rekomendasi terakhir mengarah pada pemajuan toleransi di Indonesia dengan menggunakan dua pendekatan: struktural dan kultural. Secara struktural, pemerintah perlu memperkuat Perpres RAN PE dengan mendorong pembentukan Rencana Aksi Daerah (RAD), mencabut peraturan daerah yang bernuansa intoleran, menindak tegas aksi intoleransi dengan fokus pada perlindungan kelompok rentan, serta mengatur pencegahan hoaks lewat kewajiban filter di platform digital. Sementara itu, secara kultural yaitu untuk mendorong perjumpaan lintas agama, terutama di kalangan orang muda, memperkuat literasi anti hoaks, dan mengajak media massa mengangkat isu toleransi dari sudut pandang kelompok rentan.

Selain merumuskan rekomendasi, diskusi ini juga memunculkan pelajaran penting bahwa pelibatan aparat tidak cukup hanya sebatas kehadiran di tengah masyarakat, tetapi harus bersifat partisipatif secara bermakna. Artinya, aparat perlu diberi ruang untuk menyuarakan pengalaman mereka sendiri, masyarakat dilibatkan dalam merumuskan solusi, dan diposisikan sebagai subjek perubahan, bukan sekedar objek dari pelaksanaan kebijakan.Dari pertemuan ini, MediaLink berharap bisa menghasilkan policy paper yang tidak hanya menjadi panduan praktis, tetapi juga menjadi alat advokasi yang kuat untuk mendorong keberlanjutan RAN PE. Langkah ini sekaligus menjadi bagian dari upaya menyambut kepemimpinan di era baru, dengan komitmen menjaga ruang sipil yang aman dan bebas dari ekstremisme berbasis kekerasan di Indonesia.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Skip to content