MediaLink Gelar Roadshow untuk Mendorong Peran Kunci Bhabinkamtibmas dalam Cegah Radikalisme

Loading

Penulis: Gresy Kristriana

Editor: Naztia Haryanti, Consultant for Campaign INKLUSI

Gambar 1: Lokakarya Kebangasaan oleh MediaLink untuk Penguatan Peran Bhabinkamtibmas di Depok pada 14 Mei 2024 
Sumber: Arsip Dokumentasi MediaLink

Pasca Pemilu 2024, Kebijakan Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan (RAN PE) telah berakhir. Dalam implementasinya, tantangan masih dihadapi oleh kelompok perempuan dan orang muda, kelompok yang aktif di ruang digital dan memiliki risiko tinggi terhadap paparan paham radikal. Kondisi ini menegaskan pentingnya mendorong keberlanjutan prinsip-prinsip RAN PE, termasuk mendorong beberapa daerah untuk menyusun Rencana Aksi Daerah (RAD) sebagai bentuk adaptasi kebijakan di tingkat lokal. Penguatan kapasitas aparat keamanan, khususnya Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas), menjadi bagian krusial dalam agenda ini.

Inisiatif ini mendorong MediaLink untuk menyelenggarakan rangkaian roadshow berupa serial diskusi bersama Bhabinkamtibmas di wilayah hukum Polda Metro Jaya, dengan tajuk “Peran Bhabinkamtibmas dalam Penguatan Toleransi dan Pencegahan Radikalisme”. Sepanjang Mei hingga Agustus 2024, MediaLink telah menggelar 11 diskusi di berbagai daerah, mencakup Jakarta, Bekasi, Tangerang Selatan, Depok, dan Cikarang. Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya penyusunan kertas kebijakan untuk pencegahan radikalisme dan penguatan toleransi pasca Pemilu 2024.

Memperkuat kapasitas dan peran Bhabinkamtibmas sebagai ujung tombak keamanan masyarakat dalam mengidentifikasi, mencegah, serta merespon potensi radikalisme di wilayah tugas mereka merupakan usaha krusial untuk berkomitmen dalam keberlanjutan RAN PE. Roadshow lokakarya ini juga bertujuan menggali masukan dari berbagai pihak guna menyusun strategi kolaboratif antara aparat, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam merawat kerukunan sosial di tengah keragaman.

Kegiatan turut dibuka oleh Ahmad Faisol selaku Direktur MediaLink yang merespons dinamika pasca Pemilu yang cenderung memunculkan polarisasi sosial di media sosial, khususnya dalam isu keagamaan. Ia menyoroti pentingnya peran aktif Bhabinkamtibmas dalam menjaga harmoni sosial menjelang Pilkada serentak November mendatang. Irjen Pol (Purn) Ir. Hamli dari BPET MUI turut menegaskan bahwa penguatan toleransi akan menurunkan potensi radikalisme, karena ketika masyarakat memiliki pemahaman yang utuh tentang perbedaan, maka mereka akan lebih terbuka dan damai dalam menyikapinya.

Di sejumlah titik diskusi, antusiasme peserta meningkat saat Komisaris Polisi, Agus Isnaini dari Densus 88 menyampaikan materi mengenai tahapan proses menuju terorisme dan strategi pencegahannya. Ia menjelaskan bahwa radikalisme tidak boleh dimaknai sebagai permusuhan terhadap agama tertentu, melainkan sebagai paham yang ingin mengganti ideologi negara secara ilegal. Dalam konteks ini, Bhabinkamtibmas memiliki peran untuk menjadi penengah dan pemantau di tengah masyarakat, bukan penghakim.

“Efektifitas pencegahan bergantung pada kepekaan dan pemahaman Babin terhadap narasi yang berkembang di masyarakat.” Jelas Agus.

Gambar 2: Narasumber Agus Isnaini pada saat Menyampaikan Pemaparan Materi
Sumber: Arsip Dokumentasi MediaLink

Di lapangan, sejumlah praktik baik juga mulai terlihat. Salah satunya datang dari Kementerian Agama Kota Bekasi melalui Kepala Kemenag, Bapak H. Ali Mashuri. Ia menjelaskan bahwa Bekasi telah memiliki Kampung Moderasi Beragama di seluruh kecamatan yang melibatkan tokoh agama, penyuluh lintas agama, dan Bhabinkamtibmas. Program tersebut diimbangi dengan kegiatan lintas iman seperti bakti sosial, mediasi konflik, serta pembinaan komunitas rentan. Ini menjadi bukti nyata bagaimana pendekatan kolaboratif bisa diterapkan secara konkret di lapangan.

Sementara itu, Dr. Rida Hesti Ratnasari sebagai Ketua Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Kota Depok memberikan pemaparan mendalam tentang akar filsafat dan politik dari radikalisme. Membedakan antara berpikir radikal dalam konteks filosofis yang rasional dan konstruktif, dengan radikalisme politik yang destruktif. Ia juga mengingatkan peserta untuk memahami teks-teks agama secara metodologis, kontekstual, dan proporsional agar tidak terjebak dalam tafsir keagamaan yang ekstrem. 

Salah satu cerita menarik datang dari Kelurahan Pondok Cabe Ilir, yang menjadi sorotan karena merupakan satu-satunya memiliki personel perempuan yang teridentifikasi selama pelaksanaan serial diskusi di sejumlah polres di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Keberadaannya menjadi penting mengingat perannya yang efektif dalam membangun iklim toleransi di tengah masyarakat. Wilayah Pondok Cabe Ilir sendiri dikenal memiliki sejarah sebagai basis keberadaan organisasi Front Pembela Islam (FPI), yang saat ini telah dicabut izin operasionalnya oleh pemerintah.

Diskusi berlangsung dinamis dengan sejumlah pertanyaan dari peserta yang mencerminkan permasalahan nyata di lapangan, seperti keberadaan masjid yang menyuarakan khilafah (konsep dalam Islam yang merujuk pada bentuk pemerintahan Islam yang menyatukan kepemimpinan politik dan agama), napiter yang kembali ke masyarakat, hingga sekolah yang melarang lagu kebangsaan. Para narasumber memberikan tanggapan dengan memberikan rekomendasi dalam bentuk dialog, monitoring sosial, serta membangun kepercayaan antara aparat dan warga. Kegiatan ini menjadi wadah belajar timbal balik antara aparat dan pemangku kepentingan.

Lokakarya ini menegaskan bahwa peran Bhabinkamtibmas tidak lagi terbatas pada penegakan hukum semata, melainkan juga sebagai agen perdamaian sosial. Harapannya, hasil diskusi dan masukan dari kegiatan ini dapat menjadi bagian rekomendasi dalam penyusunan kertas kebijakan nasional yang berfokus pada pencegahan radikalisme dan penguatan toleransi yang berkelanjutan.

Walaupun kegiatan ini masih terbatas untuk menghadirkan ruang-ruang yang inklusif untuk kelompok rentan dan kelompok marginal dalam partisipasi keterlibatan bermakna. Kendati demikian, sinergi yang melibatkan berbagai elemen masyarakat dari tokoh lintas agama hingga komunitas rentan, dapat dipahami sebagai langkah awal yang disadari untuk menuju pendekatan yang lebih inklusif di masa depan.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Skip to content