Konsorsium INKLUSI dalam Agenda Penyusunan Kertas Kebijakan “Pencegahan Radikalisme dan Penguatan Toleransi serta Keberagaman”

Loading

Penulis: Gresy Kristriana
Editor: Rahmatul Amalia Nur Ahsani, Program Assistant Building Resilience Against Violent Extremism INFID

Pada tahun 2022, Indeks Potensi Radikalisme Indonesia menunjukkan tren positif dengan skor 10, turun dari 12,2 pada tahun 2020. Namun tantangan ekstremisme tetap signifikan, terutama di kalangan perempuan, orang muda, dan pengguna internet[1]. Pemerintah merespon tantangan tersebut dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021, yang mengatur Rencana Aksi Nasional Pencegahan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE) 2020-2024. RAN PE terdiri dari tiga pilar utama: Pencegahan, Penegakan Hukum, Kemitraan dan Kerja Sama Internasional.

Selama tiga tahun implementasi RAN PE, Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah, dan organisasi masyarakat sipil telah menjalankan berbagai agenda aksi. Namun, dinamika dan tantangan yang beragam mewarnai proses tersebut. Studi efektivitas capaian RAN PE menjadi penting untuk menilai dampaknya dalam meningkatkan perlindungan warga negara dari ekstremisme berbasis kekerasan, serta untuk mempertimbangkan keberlanjutan kebijakan di masa depan[2].

Berangkat dari latar belakang tersebut MediaLink bersama konsorsium Program INKLUSI menginisiasi pertemuan untuk menyusun kertas kebijakan terkait pencegahan radikalisme serta penguatan toleransi dan keberagaman di Indonesia yang diselenggarakan pada 15 Februari 2024, di Jakarta. Fokus permasalahan yang dibahas yaitu:

  1. Fokus dan kebijakan pemerintah mendatang terkait pencegahan radikalisme, khususnya kelanjutan Rencana Aksi Nasional (RAN) Pencegahan Ekstrimisme berbasis kekerasan yang mengarah kepada terorisme.
  1. Strategi/pendekatan pencegahan radikalisme bagi kelompok perempuan, orang muda dan antisipasi paparan radikalisme melalui internet.
  2. Sinergi daerah dalam mendukung pencegahan radikalisme melalui Rencana Aksi Daerah yang menjamin dukungan terhadap toleransi serta keberagaman
  1. Tantangan dan rekomendasi bagi pemerintah untuk penguatan toleransi, khususnya dalam memastikan perlindungan terhadap kelompok rentan dan minoritas
  1. Kebijakan-kebijakan teknis yang harus ada guna memastikan perlindungan terhadap kelompok rentan dan minoritas
  2. Peran aparat keamanan dan Pemerintah Daerah dalam penanganan kasus-kasus intoleransi, khususnya Bhabinkamtibmas sebagai ujung tombak pihak kepolisian.
  3. Pelibatan kelompok perempuan dalam penanganan kasus-kasus intoleransi
  1. Isu-isu lainnya yang urgent dalam upaya pencegahan radikalisme dan penguatan toleransi.

Dalam agenda penyusunan kertas kebijakan, konsorsium membahas beberapa hal penting yang bisa menjadi pertimbangan untuk menyusun naskah awal. Sisy, Perwakilan dari SETARA Institute menyoroti, meskipun RAN PE sudah ditetapkan sejak 7 Juli 2022, implementasinya masih menghadapi kendala parsial. Kegiatan lebih difokuskan pada rapat-rapat intensif di masing-masing Pokja.

Hal yang perlu dikritisi juga yaitu, program-program moderatisme agama yang dibuat oleh negara kurang berhasil karena kurangnya strategi yang tepat. Perlunya mempertimbangkan hasil riset dan melibatkan kelompok rentan, seperti perempuan, serta memperhatikan sektor-sektor yang belum terakses lainnya. Peran CSO (Civil Society Organization) dibutuhkan dalam agenda strategis untuk menyusun program-program moderatisme yang sensitif dan tepat sasaran dalam membangun kesadaran masyarakat, memfasilitasi dialog antaragama dan melakukan advokasi kebijakan.

Adanya pemahaman bahwa terorisme adalah isu sensitif yang perlu diakui, meskipun masyarakat merasa aman karena tidak ada serangan bom namun pentingnya menyadari upaya pencegahan. Sehingga kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait menjadi krusial dalam upaya pencegahan radikalisme dan peningkatan toleransi.

Selain membahas tentang upaya pencegahan, dalam pertemuan tersebut juga membahas stigma yang dialami perempuan yang diangkat oleh Syafira perwakilan dari INFID. Stigma ini dapat membuat perempuan rentan terhadap ekstremisme; karena kurangnya dukungan sosial dapat membuat mereka terjebak dalam lingkaran ekstremis. Oleh karena itu, perlu untuk memunculkan bahasan terkait pentingnya menguatkan sektor keamanan tradisional. Keamanan tradisional ditafsirkan sebagai bentuk ancaman keselamatan negara pada aspek militer atau ancaman fisik saja bersumber dari luar[3].

Pendekatan yang lebih luas lagi, termasuk ekonomi, sosial, dan budaya menjadi perhatian. Hal ini bertujuan untuk memperkuat komunitas dan mengurangi faktor-faktor determinan ekstremisme, seperti kemiskinan. Penekanan juga diberikan pada peran keluarga dalam mencegah radikalisme, yaitu dengan menumbuhkan ketahanan keluarga untuk meningkatkan resiliensi terhadap pengaruh ekstremisme yang di mulai dari komunitas terkecil, yaitu keluarga.

Dengan demikian, refocusing kebijakan pencegahan radikalisme untuk melibatkan semua lapisan masyarakat, dengan penekanan pada peran perempuan, kaum muda, dan keluarga, diharapkan dapat memberikan pendekatan yang lebih holistik dan efektif dalam mengatasi tantangan radikalisme di Indonesia.

Referensi

BNPT. (2022). Kepala BNPT: Peran Perempuan dalam Terorisme Meningkat 10 Tahun Terakhir. Diakses 7 Mei 2024. https://www.bnpt.go.id/kepala-bnpt-peran-perempuan

-dalam-terorisme-meningkat-10-tahun-terakhir

Sagena, Uni W. (2013). Memahami Keamanan Tradisional dan Non-tradisional di Selat Malaka: Isu-isu dan Interaksi Antar Aktor. Jurnal Hubungan Internasional Vol. 1, hal. 74

Widyanta, A., Hanif, A., Waidl, A., Mariana, D., Latifah, D. A., Angga, R. D., Rini, S., & Sukasmanto. (2023). Menampak Dampak, Meneruskan Kebijakan: Laporan Penelitian Capaian dan Keberlanjutan Kebijakan Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme 2020-2024 (RAN PE). Jakarta: INFID


[1] BNPT. (2022). Kepala BNPT: Peran Perempuan dalam Terorisme Meningkat 10 Tahun Terakhir. Diakses 7 Mei 2024. https://www.bnpt.go.id/kepala-bnpt-peran-perempuan-dalam-terorisme-meningkat-10-tahun-terakhir

[2] Widyanta, A., Hanif, A., Waidl, A., Mariana, D., Latifah, D. A., Angga, R. D., Rini, S., & Sukasmanto. (2023). Menampak Dampak, Meneruskan Kebijakan: Laporan Penelitian Capaian dan Keberlanjutan Kebijakan Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme 2020-2024 (RAN PE). Jakarta: INFID

[3] Sagena, Uni W. (2013). Memahami Keamanan Tradisional dan Non-tradisional di Selat Malaka: Isu-isu dan Interaksi Antar Aktor. Jurnal Hubungan Internasional Vol. 1, hal. 74

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Skip to content