Oleh: Gia Riksa
Di tengah sikap intoleran terhadap Jemaat Muslim Ahmadiyah, masyarakat Sukamaju hadir sebagai Desa yang menjunjung tinggi nilai keberagaman. Di Desa Sukamaju, hidup berdampingan berbagai kelompok seperti Jemaat Muslim Ahmadiyah, NU, Muhammadiyah dan kelompok lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari, kami mampu membentengi diri dari konflik dan menciptakan kehidupan yang damai dan harmonis.
Menjadi kelompok minoritas tidak menjadikan Ahmadiyah menjadi sasaran sikap intoleran di masyarakat. Jemaat Muslim Ahmadiyah Cabang Sukamaju menjadi salah satu cabang yang terbuka dan tetap aman di Kabupaten Garut. Hal tersebut tercipta berkat upaya pendekatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan secara konsisten hingga hari ini, baik dengan pendekatan keorganisasian maupun secara personal. Hubungan baik yang senantiasa dibangun dengan tokoh masyarakat hingga aparat pemerintahan sangat membantu menciptakan lingkungan yang inklusif. Meskipun demikian, bukan berarti tidak ada pihak yang tidak suka terhadap Ahmadiyah, namun “Love for All Hatred for None” (Cinta untuk semua kebencian tidak untuk siapapun) menjadi prinsip dalam menyikapi hal tersebut.
Berada di lingkungan pedesaan yang masih kental dengan budaya gotong royong menjadi modal besar untuk bersosialisasi dengan masyarakat. Anggota Ahmadiyah selalu terdepan dan selalu ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti kerja bakti perbaikan jalan, pembangunan jembatan, mengangkut material bangunan, pengecoran rumah, hingga penanganan bencana alam. Bahkan tidak jarang, apabila ada kegiatan sosial kemasyarakatan yang pertama kali diajak untuk ikut serta adalah Ahmadiyah.
Tidak berhenti sampai sana, anggota Ahmadiyah Sukamaju juga selalu ambil bagian dalam kegiatan kemanusiaan. Terutama dalam gerakan donor darah, Ahmadiyah menjadi pendonor terbanyak di Desa Sukamaju. Sebelum Ramadhan 2024, anggota Ahmadiyah mengikuti donor darah dan sebanyak 36 kantong darah terkumpul dari 41 pendaftar. Sikap saling terbuka antar kelompok menjadi faktor yang tidak kalah penting dalam menciptakan lingkungan yang harmonis. Namun, di tengah keharmonisan tersebut tersimpan rasa pilu karena masih ada saudara Ahmadiyah yang menjadi sasaran sikap intoleran dari masyarakat. Yang paling menyedihkan, hal tersebut terjadi di daerah otonomi yang sama. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Tentu menjadi tugas bersama untuk terus menanamkan sikap toleransi yang bukan hanya sekedar kata-kata, namun dilakukan melalui aksi nyata.
“Artikel ini memperoleh dukungan dari Fatayat NU Jawa Barat & INFID dalam rangka konsorsium INKLUSI”