Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Barat bersama INFID (International NGO Forum on Indonesian Development) menggelar diskusi bertajuk Melampaui Pekerjaan: Belajar dari Pendampingan Masyarakat dalam Kesiapsiagaan Kontra Radikalisasi dan Deradikalisasi di Jawa Barat. Diskusi tersebut merupakan program Pengenalan Islam Damai untuk Forum Kajian Keagamaan Seri IV itu, digelar di Gedung PWNU Jawa Barat, Bandung, Rabu, 22 Mei 2024.
Ketua PW Fatayat NU Jawa Barat Hirni Kifa Hazefa, S.Pd, M.I.Kom, CEC., PST., CPTLF, membuka diskusi dan berterima kasih kepada narasumber dan peserta yang sudah hadir dalam diskusi tersebut.
“Ini adalah rangkaian kerja Fatayat NU dari 2020. Implementasi dakwah rahmatan lil alamin,” tutur dia.
Ketua PW Fatayat NU Jawa Barat itu mengungkapkan, pihaknya sangat peduli dengan Islam yang damai. “Jangan sampai perbedaan menimbulkan kerusuhan.”
Hirni berharap, apa yang sudah dilakukan Fatayat NU dalam membuka ruang-ruang diskusi bermanfaat bagi semua pihak. Tiga narasumber dihadirkan dalam diskusi itu, yakni Kasubnit Idensos Densus 88 AT Polri Kompol Satori, S.H., M.H., Learning Officer PeaceGeneration Ani Farhani, dan Kabid Kewaspadaan Daerah Badan Kesbangpol Jawa Barat Drs. Tulus TH Sibuea, M.Si.
Pohon terorisme

Ani mengungkapkan, ada sejumlah faktor yang membuat seseorang bergabung dengan kelompok kekerasan, salah satunya faktor personal, seperti karena trauma, kesepian, dan galau. Ada empat poin yang mesti diperhatikan untuk mencegah ekstremisme kekerasan, yakni dengan memahami ekstremisme, memahami faktor penyebab seseorang bergabung dengan kelompok kekerasan, mengetahui siapa saja yang bisa terpapar dan menjadi pelaku kekerasan.
Guna mendeteksi dan penanganan dini ekstremisme, sehingga masyarakat tidak terjebak pada proses radikalisasi lebih lanjut dengan dampak risiko yang lebih berat, pihaknya memiliki Sistem Deteksi dan Penanganan Dini Ekstremisme Kekerasan Berbasis Desa dan Kelurahan (SIT).
Satori menggambarkan terorisme bak sebuah pohon. Sikap intoleransi merupakan akarnya, radikalisme merupakan batangnya, dan terorisme merupakan buahnya. Dia berujar, ada tiga macam radikalisme di Indonesia, yakni radikalisme dakwah, radikalisme politik, dan radikalisme jihadi.
“Radikalisme dakwah dengan menanamkan sikap eksklusif dan intoleran, radikalisme politik, yakni ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi khilafah, dan radikalisme jihadi yaitu menghalalkan kekerasan dan pembunuhan terhadap orang yang berbeda keyakinan maupun pemahaman,” tuturnya.
Komitmen Jawa Barat lawan radikalisme dan terorisme

Tulus mengungkapkan, Pemprov Jawa Barat sudah menetapkan kebijakan untuk melawan radikalisme dan terorisme, termaktub dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 40 Tahun 2022. Peraturan itu bertujuan untuk menjalankan strategi yang komprehensif, sistematis, terencana, dan terpadu dengan melibatkan peran aktif dari semua pemangku kepentingan.
Ada sejumlah langkah yang menunjukkan komitmen Jawa Barat melawan radikalisme dan terorisme serta memastikan keamanan dan ketertiban, salah satunya dengan menggagas kurikulum antiterorisme dan radikalisme di sekolah-sekolah.
“Media sosial memainkan peran krusial dalam pencegahan radikalisme dan terorisme di Jawa Barat dan seluruh Indonesia,” katanya.
Pemanfaatan media sosial secara bijaksana dan adanya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, maka lingkungan aman dapat tercipta. Selain itu, pemanfaatannya juga bisa mengurangi potensi radikalisme di Jawa Barat dan seluruh Indonesia.
Sumber Artikel berjudul “Fatayat NU Peduli Dakwah Islam Damai, Jangan Sampai Perbedaan Menimbulkan Kerusuhan”, selengkapnya dengan link: https://www.pikiran-rakyat.com/khazanah-islam/pr-018122684/fatayat-nu-peduli-dakwah-islam-damai-jangan-sampai-perbedaan-menimbulkan-kerusuhan