Fatayat NU Jawa Barat Dorong Perempuan Menjadi Penggerak Moderasi Beragama

Loading

oleh: Ryan Richard Rihi
editor: Syafira Khairani, Program Officer Promoting Tolerance and Respect for Diversity INFID

Bertempat di Kantor PWNU Jawa Barat, Kota Bandung, Fatayat NU Jawa Barat gelar diskusi Pengenalan Islam Damai untuk Forum Keagamaan dengan tema “Konsep Moderasi Beragama dan Tantangan Keberagaman & Keberagamaan” pada Selasa, 30 Mei 2023.

Dalam giat untuk mendorong partisipasi aktif perempuan, kegiatan ini mengajak serta perwakilan perempuan dari komunitas dan organisasi keagamaan serta disabilitas di Jawa Barat, meliputi Fatayat NU se-Jawa Barat, Nasyiatul Aisyiah, Fatimiyah,  Puan Hayati, Perempuan Penghayat, Pemudi Hindu, Perempuan Konghucu, Sunda Wiwitan, Gereja Kristen Pasundan, Keuskupan Bandung, Himpunan Wanita Disabilitas Bandung, Perempuan muda Ahmadiyah, Perempuan muda Baha’i, serta Perempuan Budha.

Fatayat NU Jawa Barat menyadari bahwa Jawa Barat merupakan wilayah yang memiliki banyak kasus pelanggaran kebebasan dan berkeyakinan dengan jumlah 629 kasus selama 12 tahun terakhir (SETARA Institut, 2019). Di sisi lain, Catatan Tahunan Komnas Perempuan tahun 2022 mengungkapkan bahwa Pemerintah Kabupaten Garut di Jawa Barat melakukan pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan melalui mencantumkan pelarangan aktivitas JAI (Jemaat Ahmadiyah Indonesia) dan penghentian pembangunan masjid di kampung Nyalindung, Cilawu Garut.

Di sisi lain, terdapat juga isu kebebasan beragama dan berkeyakinan yang terkait dengan KGB (Kekerasan Berbasis Gender), di mana terdapat pemaksaan aturan busana menurut ajaran satu agama di lingkungan pendidikan bagi perempuan di Jawa Barat (Komnas Perempuan, 2021).  Selain data di atas, Fatayat NU Jawa Barat juga menemukan bahwa perempuan dengan disabilitas di Jawa Barat masih mendapatkan perlakuan diskriminatif bahkan sampai tindak kekerasan dalam hal ini kekerasan seksual.

Berangkat dari kesadaran akan bertumbuhnya paham intoleran dan radikal dewasa ini, termasuk dan terutama di kalangan kaum muda, maka kegiatan ini dimaksudkan oleh Fatayat NU Jawa Barat untuk mengenalkan konsep Islam rahmatan lil ‘alamin. Hal ini ditegaskan Dr. Neng Hannah, M.Ag., Project Coordinator Program INKLUSI Fatayat NU Jawa Barat, di dalam sambutannya.

“Tema-temanya bagaimana kita mengenalkan – karena ini basis organisasi Islam – konsep Islam yang rahmatan lil ‘alamin yang tidak dirasakan oleh umat Islam sendiri dan semoga dirasakan oleh sahabat dan teman-teman yang ada di luar Islam. Karena kita tahu tantangan agama Islam saat ini, agama Islam banyak disalahpahami dan bahkan dijadikan alat pembenaran untuk melukai pihak lain, mendiskriminasi pihak lain, untuk menyerang pihak lain, padahal ternyata tidak demikian yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW,” jelas Neng Hannah.

Memulai diskusi, Dr. Ramdan Fauzi, narasumber pertama dalam diskusi ini, menyampaikan materi tentang moderasi beragama, khususnya dari perspektif Islam yaitu konsep Islam Wasathiyah. Dalam paparannya, beliau menekankan bahwa perbedaan adalah keniscayaan dan kehendak Tuhan.

“Sebagaimana saya tadi ilustrasikan dalam Surah Al-Maidah ayat 48, jadi, perbedaan ini adalah keniscayaan dan kehendak Tuhan. Seandainya Allah menghendaki, maka Allah akan menjadikan kalian menjadi satu umat, satu agama, satu bahasa, satu suku bangsa. Tetapi, ayat kelanjutannya adalah untuk menguji kalian sejauh mana kalian bisa berlaku baik,” ujar Dr. Ramdan.

Selanjutnya, Dr. Ramdan juga menjelaskan bahwa moderasi beragama diwujudkan dalam perilaku umat beragama yang moderat. “Moderasi beragama adalah perilaku umat beragama yang moderat. Jadi, cara pandang yang luas, sikap dalam beragama adalah dalam pemahaman dan mengamalkan agama itu sendiri,” tegasnya.

Selain menjelaskan konsep dasar moderasi beragama, diskusi ini juga berupaya memberikan pemahaman peserta mengenai pentingnya pengarusutamaan gender, disabilitas, dan inklusi sosial (GEDSI) dalam upaya mewujudkan moderasi beragama.

Disampaikan oleh narasumber kedua, Sylvia Yazid, Ph.D., GEDSI adalah prinsip penting yang bertujuan untuk mempromosikan kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial dalam semua aspek pembangunan dan transformasi sosial.

“GEDSI mengajak untuk melihat gagasan-gagasan keagamaan secara kritis, terutama jika (gagasan tersebut) mengarah pada diskriminasi,” sambung Sylvia menjelaskan hubungan GEDSI dengan konsep moderasi beragama. Oleh karena itu, pemahaman mengenai GEDSI akan membantu peserta membaca teks-teks keagamaan secara lebih kritis.

Di sisi lain, Sylvia juga menegaskan bahwa secara prinsip, perspektif GEDSI memperkuat upaya moderasi beragama karena membawa semangat untuk menghapuskan diskriminasi, meredistribusi kekuasaan secara merata, serta memastikan kesempatan yang sama dimiliki oleh semua orang.

“Kalau kita hubungan antara GEDSI dan Moderasi Beragama, (1) GEDSI ditujukan untuk melawan diskriminasi, berarti diskriminasi antara agama yang satu dan agama yang lain, (2) Memperbaiki masalah kekuasaan dan memastikan semua orang memiliki kesempatan yang sama,” tegas Sylvia.

Setelah para narasumber menyampaikan paparannya, sesi dilanjutkan dengan diskusi bersama para peserta yang hadir. Mewakili Himpunan Wanita Disabilitas Bandung, Dinda menyampaikan upaya teraktual pemerintah daerah dalam mengakomodasi kebutuhan penyandang disabilitas untuk beribadah.

“Perwal (peraturan walikota) disabilitas sendiri baru diresmikan. Perwal rumah peribadatan bagi disabilitas bulan Desember 2022. Sudah disahkan perwalnya di beberapa masjid sudah menyediakan ruang untuk disabilitas,” jelas Dinda.

Menanggapi hal tersebut, Dr. Ramdan menyebut bahwa upaya pemerintah untuk lebih inklusif seperti ini patut disyukuri. Walau demikian, Dr. Ramdan masih memberi catatan penting bahwa belum semua rumah ibadah bersifat inklusif, terutama bagi penyandang disabilitas. “Terus terang saja, memang belum seluruh tempat ibadah ramah disabilitas,” tuturnya.

Diskusi yang diselenggarakan Fatayat NU Jawa Barat ini adalah yang pertama dari serial diskusi serupa yang akan dilaksanakan. Kegiatan ini adalah bagian dari implementasi  program INKLUSI, inisiatif yang dikerjakan oleh 7 (tujuh) lembaga, salah satunya adalah Fatayat NU Jawa Barat.

Program ini bertujuan untuk melakukan pemberdayaan kepemimpinan untuk memperkuat kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta masyarakat tangguh di sektor-sektor strategis utama: media massa, BUMN, pemerintah daerah, akademisi, kepemimpinan perempuan, dan media sosial.

Dengan berfokus pada kepemimpinan perempuan keagamaan, Fatayat NU Jawa Barat berharap kegiatan ini dapat mendukung bertambahnya pengetahuan dan pemahaman perempuan muda pemuka agama dalam konteks moderasi beragama serta memastikan adanya ruang dialog aman untuk bagi perempuan muda pemuka agama di Jawa Barat.

Secara khusus, dari kegiatan yang telah diselenggarakan ini juga diharapkan mendukung tumbuhnya pemahaman terkait kesadaran gender, disabilitas dan sosial Inklusi pada perempuan muda pemuka agama untuk menjawab tantangan keragaman dan keberagamaan.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Skip to content