Oleh : Indri Ayu Tikasari
Editor : Rahmatul Amalia Nur Ahsani, Program Assistant Building Resilience Against Violent Extremism INFID
–
Sumber: Arsip Dokumentasi Yayasan Inklusif
Dengan semangat mendorong moderasi beragama, Yayasan Inklusif menggelar Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka menyusun modul yang nantinya dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas para penyuluh agama di akar rumput terkait isu kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB).
Bertempat di Hotel Ashley, Jakarta Pusat, kegiatan ini dihadiri oleh 18 orang peserta dengan latar belakang yang cukup beragam, diantaranya merupakan perwakilan dari Kementerian Agama RI, Yayasan Desantara, SETARA Institute dan beberapa organisasi lainnya. Keterlibatan perempuan dalam FGD yang dilakukan pada 26 Juni 2024 ini perlu diapresiasi, lantaran jumlah peserta kelompok perempuan mendominasi kegiatan ini yaitu sebanyak 10 perempuan dan 8 laki-laki berpartisipasi secara aktif dan bermakna dalam pengembangan modul KBB bagi penyuluh agama.
Muhammad Subhi, Direktur Eksekutif Yayasan Inklusif membuka kegiatan FGD ini dengan menuturkan bahwa diadakannya kegiatan ini adalah sebagai sebuah bentuk kontribusi nyata yang selama ini telah dan terus dilakukan oleh Yayasan Inklusif dalam memperkuat pemahaman KBB.
“Modul ini sebagai tindak lanjut kolaborasi Yayasan Inklusif dengan Kementerian Agama Khususnya Direktorat URAIS melalui Subdit Bina Paham Keagamaan dan Penanganan Konflik” tutur Subhi.
Dalam rangka menyusun modul, maka dari itu FGD ini diharapkan dapat menghimpun masukan sebanyak mungkin terkait tantangan aktual yang dihadapi oleh penyuluh agama. Selain itu juga sebagai wadah untuk mengumpulkan aspirasi terkait penyusunan modul KBB ini, seperti strategi penyusunan, dan materi apa saja yang meliputinya.
Direktur URAIS & Bimas, Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama RI, Dr. Adib mendukung inisiasi Yayasan Inklusif dalam penyusunan modul KBB bagi penyuluh ini..
“Saya berharap kita bisa bekerja sama terkait modul ini. Dai-dai serta tokoh agama juga perlu memahami perspektif KBB” jelas Dr. Adib.
Dr Adib juga menuturkan bahwa penyebab utama intoleransi adalah karena kurangnya kesadaran umat beragama terhadap makna KBB. Bahkan jika ditelisik lebih dalam, terdapat kemungkinan bahwa tokoh agama di akar rumput belum memahami perspektif KBB.
Habibah, seorang penyuluh agama di Kecamatan Tapos, Kota Depok juga mengungkapkan bahwa jarang ditemui penyuluh agama yang menyentuh isu KBB, atau cenderung menghindari topik ini. Menurutnya materi KBB menanggung konsekuensi yang cukup berat dan membutuhkan sikap berani untuk menghadapi resiko. Oleh karena itu, u selain mendukung pengembangan modul, dirinya juga mengusulkan untuk diadakan bimbingan teknis bagi para penyuluh dengan dibantu oleh fasilitator.
Sumber: Dokumentasi Arsip Yayasan Inklusif
Selain itu, Ikhsan Yosari, peneliti dari SETARA Institute menambahkan bahwa penting untuk mendekatkan para penyuluh agama dengan isu kebijakan dan regulasi yang ada. Pemahaman tentang regulasi atau kebijakan dapat membantu penyuluh untuk memiliki rujukan.
Yayasan Inklusif menghargai seluruh ide, tanggapan, dan saran konstruktif yang disampaikan oleh seluruh peserta. Hal ini sangat bermanfaat bagi penyusunan modul guna meningkatkan kapasitas penyuluh agama dalam penguatan, perlindungan dan penghormatan hak atas Kebebasan Beragama/Berkeyakinan. Dengan begitu, diharapkan penyuluh agama dapat melakukan peran dan tanggung jawabnya secara maksimal sehingga dapat menjadi bagian dalam pergerakan perlindungan hak KBB.