Penulis: Gresy Kristriana
Editor: Naztia Haryanti, Consultant for Campaign INKLUSI
–
Sumber: Arsip Dokumentasi MAARIF Institute
Manado, 15 Oktober 2024 – MAARIF Institute kembali menyelenggarakan pelatihan Non-Violent Communication (NVC) di Kota Manado. Kegiatan ini berlangsung di Best Western Lagoon Hotel pada 14-15 Oktober 2024 yang diikuti oleh 22 peserta dari beragam latar belakang agama, komunitas, dan organisasi sosial. Di antaranya perwakilan dari Muhammadiyah, AMAN, Gereja Karismatik Bethany, IJABI, Persekutuan Kristen antar Universitas, PAMBUDHI, World CleanUp Day, Stand Up Manado, GAMKI Sulut, Dara Wanua, GPDI, Gereja Anglikan, PHDI, MUI Sulut, GCDS, MAFINDO Manado, JAI Cabang Manado, dan GP Ansor.
Manado terkenal dengan kemajemukannya dan menurut riset SETARA Institute, Manado menempati peringkat keempat sebagai kota paling toleran di Indonesia pada tahun 2023, sehingga Manado dipilih sebagai lokasi pelatihan kedua dari rangkaian seri pelatihan NVC setelah Bali.
Pelatihan ini diselenggarakan dengan tujuan membekali para aktivis muda untuk mengembangkan keterampilan komunikasi yang empatik dan inklusif, agar mereka mampu menjadi penggerak harmoni sosial di tengah masyarakat yang beragam. Selain itu, kegiatan ini menjadi upaya strategis untuk memperkuat semangat toleransi, dan mewujudkan tindakan nyata di tingkat akar rumput.
Kegiatan dimulai dengan sesi pembukaan dari Direktur Eksekutif MAARIF Institute, Andar Nubowo. Dalam sambutannya, ia menyampaikan bahwa salah satu sumber konflik sosial adalah kesalahpahaman terhadap teks dan sejarah agama.
“Di era media sosial ini, ujaran kebencian marak. Tapi kita tidak boleh kehilangan harapan pada Indonesia. Sebagai bangsa multikultural, kita harus terus merawat kerukunan,” ujar Andar.
Hari pertama pelatihan, para peserta diminta duduk berdasarkan urutan abjad dan memperkenalkan nama mereka sambil menjelaskan nilai yang terkandung dalam nama tersebut. Sesi ini menjadi pintu masuk untuk membongkar lapisan identitas masing-masing dan membangun keakraban antar peserta. Kemudian Muqowim menyimpulkan sesi awal ini sebagai langkah dari positive thinking menuju positive action untuk membangun kebiasaan baik.
“Positive thinking akan mengantarkan pada positive action, dan itu akan menjadi habit,” kata Prof. Dr. Muqowim, trainer utama pelatihan, saat sesi refleksi pertama.
Selanjutnya, peserta diajak menggambar “Pohon Kehidupan” mereka sendiri. Setiap elemen pohon seperti akar, batang, cabang, daun berkorelasi melambangkan nilai, pengalaman, dan peran sosial yang mereka jalani. Aktivitas ini menjadi langkah mendalam tentang bagaimana pengalaman pribadi membentuk cara pandang seseorang terhadap perbedaan. Pohon-pohon tersebut kemudian dipajang, dan peserta diminta menandai gambar yang paling mereka sukai. Hasilnya menjadi bahan diskusi tentang apa yang membentuk kesadaran inklusi oleh peserta.
Dalam sesi lainnya, peserta juga mempelajari konsep lima kebutuhan emosional dasar manusia yaitu: Loved, Understood, Respected, Valued, dan Safe (LURVS). Sesi ini mempelajari tentang apa dampaknya jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, dan bagaimana menciptakan ruang sosial yang mampu merawatnya. Diskusi ini berlanjut ke materi tentang active learning, resolusi konflik, dan komunikasi persuasif. Dari materi-materi tersebut, peserta belajar mengenali hambatan komunikasi seperti menghakimi, meremehkan, atau mengalihkan topik secara sepihak, dan bagaimana menghindari pola-pola itu dalam kehidupan sosial sehari-hari.
Peserta juga diajak untuk merancang proyek berbasis nilai inklusif melalui metode Feel, Imagine, Do, Share. Hasilnya muncul berbagai gagasan seperti sekolah inklusif, kafe ramah difabel, rumah singgah untuk kelompok termarjinalkan, dan pusat olahraga Nusantara Sport Centre yang menggabungkan aktivitas fisik dengan ruang seni. Simulasi ini menekankan pada kekuatan kolektif dan peran komunitas untuk menciptakan perubahan di masyarakat. Meski hanya simulasi, proyek-proyek ini menjadi latihan praktis dalam merancang perubahan. Harapannya, nilai-nilai dan ide yang muncul bisa diterapkan oleh para peserta di komunitas masing-masing.
Pelatihan NVC di Manado mengajarkan bahwa nilai keberagaman dan komunikasi anti-kekerasan tidak harus kaku atau terbatas pada ruang kelas. Lewat proses yang partisipatif, simulatif, dan reflektif, pelatihan ini berhasil mendorong peserta merumuskan ide-ide praktis yang dapat dijalankan di komunitas mereka masing-masing.
Dengan pendekatan ini, pelatihan NVC membuka kemungkinan baru bagi gerakan inklusif di tingkat akar rumput khususnya di komunitas. Pertemuan lintas komunitas di dalam pelatihan ini juga sebagai wadah untuk membuka peluang-peluang kolaborasi baru untuk mempromosikan keberagaman. Peserta yang sebelumnya mungkin tidak saling mengenal, kini terhubung lewat nilai yang sama yaitu saling memahami, saling menghormati, dan saling menjaga. Maka dari itu, jaringan baru komunitas di Manado telah terbentuk.
Pelatihan NVC yang digagas oleh MAARIF Institute ini merupakan bagian dari aktivitas Program INKLUSI yang digagas oleh konsorsium lembaga masyarakat sipil yang bertujuan untuk untuk mempromosikan strategi komunikasi yang ramah terhadap keberagaman dan inklusif untuk semua kalangan.