Antisipasi Ancaman Intoleransi dan Radikalisme di Pemilu 2024, MediaLink Gelar Diskusi dan Sosialisasi untuk Bhabinkamtibmas

Loading

Penulis: Gresy Kristriana
Editor: Rahmatul Amalia Nur Ahsani, Program Assistant Building Resilience Against Violent Extremism INFID

Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) memainkan peran yang sangat penting dalam masyarakat. Tugas utamanya meliputi pembinaan masyarakat, deteksi dini, serta mediasi atau negosiasi untuk memastikan terciptanya kondisi yang kondusif di desa atau kelurahan. Selain itu, Bhabinkamtibmas bertanggung jawab menyebarluaskan informasi mengenai kebijakan pimpinan Polri terkait Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Harkamtibmas).

Pada Selasa, 17 Oktober 2023, MediaLink melalui Program INKLUSI telah menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Antisipasi Ancaman Sosial Keamanan dalam Pemilu 2024” berlangsung di Auditorium Binakarna, Hotel Bidakara, Jakarta Selatan. FGD ini diadakan untuk mengeksplorasi langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan radikalisme serta ekstremisme berbasis kekerasan menjelang Pemilu 2024 untuk seluruh Bhabinkamtibmas di area Jakarta, Depok, Tangerang dan Bekasi.

AKBP Yudhistira Midyahwan, S.H., S.I.K., M.Si., selaku Wakil Direktur Binmas Polda Metro Jaya, membuka diskusi dengan menekankan pentingnya mengantisipasi ancaman radikalisme berbasis kekerasan. Menurutnya, penyebaran paham radikal dan ekstrem ini tidak hanya membahayakan generasi penerus tetapi juga dapat mempengaruhi sikap politik warga negara, mengancam keutuhan negara.

Selaras Pandang Tentang Ancaman Intoleransi dan Radikalisme di Indonesia

Irjen. Pol. (Purn.) Ir. Hamli, M.E., membahas tentang “Peta Intoleransi dan Radikalisme Menjelang Pemilu.” menjelaskan ahwa Intoleransi adalah sikap tidak menghargai perbedaan yang disebabkan oleh faktor kepribadian, pengetahuan yang absolut, hubungan dengan kekuasaan, dan keyakinan bahwa pribadi atau golongannya paling benar. Radikalisme merupakan kondisi yang memperkuat intoleransi, anti-Pancasila, anti-NKRI, dan disintegrasi bangsa. Jika intoleransi dibiarkan, akan berkembang menjadi radikalisme, dan jika radikalisme terus dibiarkan, dapat berkembang menjadi terorisme. Jadi, semua pelaku teror adalah radikal dan intoleran, tetapi tidak semua intoleran atau radikal menjadi teroris.

Hamli mengutip penelitian Alvara pada 2017 yang menunjukkan bahwa umat Islam di Indonesia terbagi dalam tiga kategori:

  1. Religious Oriented (18.10%): Menganggap kekerasan diperlukan untuk menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar dan cenderung mendukung konsep khilafah.
  2. Nationalist Religious Oriented (42.47%): Mendukung perdamaian dan penerapan syariah di tempat-tempat tertentu.
  3. Nationalist Oriented (39.43%): Memandang Pancasila tidak bertentangan dengan Islam dan menghargai norma serta adat yang berlaku.

Di kalangan millennial, persentase muslim dari kategori religious oriented mencapai 23.3 persen, sedangkan pada nationalist religious oriented mencapai 40.9 persen dan disusul oleh kelompok nationalist oriented mencapai 35.8%. Persentase pada kelompok religious oriented ini penting untuk diwaspadai terhadap peningkatan kelompok radikal karena bisa memicu konflik antar kelompok.

Islah Bahrawi selaku Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia dalam pemaparan materi tentang potensi dan ancaman politik identitas menjelang pemilu 2024, menggambarkan sejarah penggunaan identitas primordial dalam politik yang sering berakhir dengan malapetaka. Di semua agama, penggunaan agama untuk tujuan politik selalu menghasilkan konflik. Sejarah membuktikan bahwa pertikaian dalam agama sering kali dipicu oleh kepentingan politik, seperti perang 30 tahun di Eropa atau konflik internal di dunia Islam. Bahrawi menekankan bahwa politik identitas menjelang pemilu 2024 berpotensi memecah belah masyarakat. Penggunaan tempat ibadah sebagai ajang kampanye harus diwaspadai.

Moderasi Beragama Menjadi Strategi Pencegahan Intoleransi dan Radikalisme

Dr. Muhammad Nuruzzaman sebagai Staf Khusus Kementerian Agama RI, menambahkan tentang moderasi beragama dan pemilu 2024 yang menjadi tantangan adalah mayoritarianisme dan penolakan kehadiran umat beragama lain. Tantangan lain adalah dunia digital yang dipenuhi dengan narasi beragama secara eksklusif dan ekstrem, hoaks, ujaran kebencian, dan politik identitas. Moderasi beragama menjadi jawaban untuk tantangan-tantangan ini. Moderasi beragama berfungsi untuk menjaga keseimbangan antara hak beragama dan komitmen kebangsaan.

Kombes. Pol. Ponco Ardani menjelaskan strategi pencegahan radikalisme di Indonesia. Ardani menegaskan bahwa radikalisme tidak terkait langsung dengan agama, tetapi umat agama apapun bisa terjangkit radikalisme. Data menunjukkan penurunan indeks risiko terorisme dan potensi radikalisme dalam beberapa tahun terakhir. Namun, survei di kampus dan sekolah menunjukkan adanya dukungan yang signifikan terhadap ideologi radikal di kalangan pelajar.

Narasi yang selalu disampaikan oleh kelompok radikal meliputi narasi agama, narasi sosial-kemasyarakatan, dan narasi politik. Di Indonesia, terdapat tiga jenis radikalisme. Pertama, Radikalisme Dakwah, yang menanamkan sikap eksklusif dan intoleran melalui dakwah, seperti memecah belah masyarakat. Kedua, Radikalisme Jihad Politik, berupaya mengganti ideologi negara Pancasila dengan ideologi penegakan Khilafah atau NKRI bersyariah dan menolak sistem demokrasi. Ketiga, Radikalisme Jihad, yang menghalalkan kekerasan dan pembunuhan terhadap orang yang berbeda keyakinan atau pemahaman dengan keyakinan bahwa tindakan tersebut adalah bentuk jihad (perjuangan/usaha keras).

Ardani menyarankan beberapa langkah strategi pencegahan radikalisme, yaitu:

  1. Deteksi Dini: Melibatkan masyarakat untuk waspada terhadap perubahan lingkungan sosial.
  2. Partisipasi Masyarakat: Pentingnya melaporkan kegiatan mencurigakan kepada pihak berwenang.
  3. Sinergisme: Kolaborasi antara pemerintah, TNI-Polri, penyuluh agama, dan stakeholder lainnya untuk mencegah penyebaran paham intoleran, radikal, dan terorisme.

Melalui diskusi ini, diharapkan semua pihak dapat berperan aktif dalam menjaga keamanan dan stabilitas menjelang Pemilu 2024, serta mencegah dan menanggulangi radikalisme dan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme. Peran aktif masyarakat, sinergi antara lembaga pemerintah dan non pemerintah, serta edukasi yang tepat mengenai bahaya radikalisme dan ekstrimisme perlu dicegah untuk menjaga keutuhan dan perdamaian di Indonesia.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Skip to content