Dari Sekolah Inklusi Perempuan, Fatayat NU Jabar Memperkenalkan Perspektif Islam yang Ramah Kesetaraan Gender dan Inklusif

Loading

Penulis: Gresy Kristriana

Editor: Naztia Haryanti, Consultant for Campaign INKLUSI

Gambar 1: Foto Bersama Training of Trainer Sekolah Inklusi Perempuan yang diselenggarakan oleh Fatayat NU Jawa Barat di Bandung pada 24-25 Agustus 2024
Sumber: Arsip Dokumentasi Fatayat NU Jawa Barat

Bandung, 25 Agustus 2024 – Fatayat NU Jawa Barat bersama INFID yang tergabung di dalam Konsorsium Program INKLUSI, sebuah program pemberdayaan kepemimpinan dalam memperkuat Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB. Pada 24-25 Agustus 2025 telah menyelenggarakan Training of Trainers (ToT) Sekolah Inklusi Perempuan sebagai komitmen untuk memperkuat penerapan nilai inklusi, perdamaian, dan toleransi dalam komunitas, serta mampu mengidentifikasi, menginisiasi bahkan mempromosikan moderasi serta kebebasan beragama di lingkungannya.

Sebanyak tiga puluh peserta mengikuti Sekolah Inklusi Perempuan yang diinisiasi oleh Fatayat NU Jawa Barat merupakan ruang belajar bersama untuk memperdalam pemahaman tentang kesetaraan gender, inklusi sosial, dan hak-hak disabilitas dari perspektif Islam. 

Salah satu sesi penting dalam kegiatan ini adalah sesi yang menghadirkan Dr. Isti’anah, seorang ulama perempuan dari jaringan KUPI dan komisioner KPU Kabupaten Tasikmalaya, yang memaparkan tentang Islam Wasathiyah (jalan tengah) yaitu, sebuah pendekatan Islam yang berkeadilan, moderat, dan menolak ekstremisme.

Dalam paparannya, Isti’anah menjelaskan tentang konsep Islam Wasathiyah sebagai cara untuk menghadirkan pemahaman agama yang tidak menyulitkan dan tidak menyepelekan. Berangkat dari pemahaman Al-Qur’an yang menjelaskan bahwa umat Islam adalah umat pertengahan (wasathan), dan menegaskan bahwa tindakan berlebihan dalam beragama (ghuluw) justru yang menghancurkan umat sebelum Islam. 

“Wahai manusia jauhilah berlebih-lebihan dalam agama. Karena sesungguhnya yang menghancurkan orang-orang sebelum kalian adalah berlebih-lebihan dalam agama”. Hadits Imam Ibnu Majah yang dijelaskan oleh Isti’anah.

Sesi ini juga mengulas prinsip Maqashid Syariah yang terdiri dari enam elemen penting: menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, harta, dan lingkungan. Dengan memahami prinsip-prinsip ini, peserta diajak untuk menafsirkan teks agama dengan pendekatan kontekstual dan berorientasi pada kebaikan, termasuk dalam memperjuangkan hak kelompok marjinal seperti perempuan dan kelompok disabilitas.

Isti’anah juga mengkritisi narasi patriarki yang mengekang perempuan dalam peran domestik. Ia membongkar mitos bahwa perempuan ideal hanya berada di ranah rumah tangga. Menurutnya, Al-Qur’an justru mencatat peran publik perempuan, seperti Ratu Balqis yang bijaksana dan dua putri Nabi Syu’aib yang menggembala ternak. 

Dalam sesi Sekolah Inklusi Perempuan, Isti’anah memaparkan bagaimana Nabi Muhammad Saw menjadi teladan dalam memperjuangkan kesetaraan gender dan membela kelompok yang terpinggirkan. Nabi Muhammad dikenal sebagai sosok yang membantu pekerjaan rumah tangga, menolak kekerasan terhadap perempuan, serta menegaskan bahwa pernikahan tidak boleh dipaksakan. Ia juga membuka akses pendidikan dan ruang kerja bagi perempuan, serta mengapresiasi peran mereka di ruang publik, bahkan dalam medan perang.

Diskusi menjadi semakin hidup ketika peserta dari berbagai latar belakang agama dan kepercayaan membagikan perspektif mereka. Cherly dari Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) berbagi pengalaman bahwa meskipun dahulu warisan lebih banyak diberikan kepada laki-laki, kini banyak kepemimpinan organisasi dipegang oleh perempuan. 

Tita dari Puan Hayati juga menegaskan bahwa dalam ajaran penghayat kepercayaan, laki-laki dan perempuan dijunjung sama tinggi, dilambangkan dalam sesajen berupa bubur merah dan putih.

Gambar 2: Sesi Presentasi dan Diskusi Training of Trainer Sekolah Inklusi Perempuan yang diselenggarakan oleh Fatayat NU Jawa Barat di Bandung pada 24-25 Agustus 2024
Sumber: Arsip Dokumentasi Fatayat NU Jawa Barat

Dalam sesi lanjutan, Isti’anah memaparkan bagaimana Islam Rahmatan lil ‘Alamin bisa diimplementasikan melalui nilai-nilai Pancasila, kearifan lokal, dan piagam Madinah. Ia menekankan bahwa pluralisme, humanisme, toleransi, dan dialog adalah inti dari Islam yang sebenarnya. 

“Kalau kita lihat Piagam Madinah, tidak ada paksaan beragama, dan semua golongan dilindungi,” ujarnya.

Diskusi juga menyoroti nilai-nilai inklusif dari budaya Nusantara seperti Sunda dan Jawa kuno yang secara historis memuliakan perempuan dan kelompok disabilitas. Misalnya, dalam kerajaan Galunggung, penguasa pertamanya adalah seorang ratu. Di masa Majapahit, banyak perempuan menjabat sebagai pejabat daerah dan penasihat raja. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kesetaraan sebenarnya sudah ada dalam akar budaya lokal Indonesia jauh sebelum agama-agama abrahamik masuk.

Peserta juga diingatkan untuk kembali memahami konteks sejarah atas kemunduran posisi perempuan. Dalam penjelasannya, Isti’anah menyebut bahwa kolonialisme dan pemahaman agama yang seksis menjadi faktor dominan yang menggeser nilai-nilai asli inklusif di Nusantara. 

“Islamnya tidak pernah salah, tapi pemahamannya yang keliru dan bercampur dengan budaya patriarki,” kritiknya.

Ajaran inklusi sebenarnya sudah terangkum di dalam QS. Al-Hujurat ayat 13 yang menegaskan bahwa semua manusia diciptakan berbeda-beda agar saling mengenal, bukan saling merendahkan. Hal yang membedakan hanyalah takwa, bukan jenis kelamin, status sosial, atau latar belakang. Pesan utama dari ayat ini adalah bahwa inklusi, kesetaraan, dan penghargaan terhadap kemanusiaan adalah inti dari ajaran Islam yang sejati.

Sesi ini ditutup dengan pesan kuat bahwa agama, apapun bentuknya, seharusnya membawa kedamaian dan keselamatan bagi semua orang, tanpa terkecuali. Sekolah Inklusi Perempuan merupakan wadah lintas iman sebagai bukti bahwa inklusi bisa dibangun melalui dialog yang setara dan penuh empati. Fatayat NU Jabar melalui Sekolah Inklusi Perempuan telah membuktikan bahwa pendekatan Islam yang ramah terhadap kesetaraan gender tidak hanya memungkinkan, tetapi juga sangat relevan dengan kebutuhan masyarakat saat ini.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Skip to content