Oleh : Indri Ayu Tikasari
Editor : Rahmatul Amalia Nur Ahsani, Program Assistant Building Resilience Against Violent Extremism INFID
–
SETARA Institute kembali menggelar diskusi multipihak secara online dengan mengangkat tema Menyusun Strategi Advokasi Penyelesaian Kasus Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Jawa Tengah. Kegiatan yang diselenggarakan pada Kamis, 8 Agustus 2024 tersebut turut dihadiri oleh peserta dengan latar belakang yang beragam. Sebanyak 30 peserta yang di antaranya berasal dari yayasan Elsa, Pelita Semarang, Institute DIAN/Interfidei, LBH Semarang, FKUB, Universitas Katolik Soegijapranata, dan beberapa organisasi lainnya di Jawa Tengah turut menyumbangkan ide dan gagasannya dalam penyusunan strategi dalam menghadapi isu yang sedang berkembang di Jawa tengah, termasuk kisruh pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Tengah.
Pembentukan Pengurus FKUB Jawa Tengah periode 2024-2029 dianggap telah menyalahi aturan yang berlaku, salah satunya adalah tidak adanya pelibatan masyarakat secara luas selama proses pembentukan tersebut berlangsung.
“Gerakan Kebangsaan (Gerbang) Watugong tidak pernah diajak ngobrol (oleh Kesbangpol Provinsi Jawa Tengah selama proses pembentukan Pengurus FKUB setempat) terkait maunya gimana dan sarannya apa. Jangankan mengakomodir, mendengarkan saja tidak” tutur salah satu peserta dalam ruang Zoom.
Sumber: Dokumentasi Arsip SETARA Institute
Salah satu pembicara pada diskusi ini, yaitu Ketua FKUB Provinsi Jawa Tengah Periode 2019-2024, K.H. Taslim Sahlan juga sependapat dengan peserta yang hadir lainnya. Ia mengungkapkan bahwa pada pembentukan FKUB Jawa Tengah Periode 2024-2029, terdapat banyak sekali organisasi keagamaan yang tidak diundang, seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi) dan lainnya.
“Sudah dijelaskan namun tidak didengarkan walaupun saat rapat penyusunan pengurus dipimpin oleh Ketua Kesbangpol (Badan Kesatuan Bangsa dan Politik). Kemudian, mereka keras untuk pembentukan FKUB dari pemerintah” jelas K.H. Taslim.
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 8 dan 9 Tahun 2006 mengatur bahwa pembentukan FKUB dilakukan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah daerah. Namun yang terjadi di Jawa Tengah tidak demikian. Dalam surat yang dikeluarkan oleh Kesbangpol, telah menyebutkan pihak atau kelompok mana saja yang akan menjadi perwakilan dari keenam agama yang diakui di Indonesia, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah ditunjuk oleh Kesbangpol untuk mewakili agama Islam.
K.H. Taslim juga menyoroti kejanggalan pola yang dilakukan oleh Kesbangpol tersebut. Menurutnya, Kesbangpol dalam hal ini seharusnya hanya berperan dalam memfasilitasi selama proses pembentukan, dan tidak memiliki kapasitas untuk menentukan siapa saja yang dapat atau tidak dapat terlibat.
Setelah berdiskusi bersama beberapa pihak yang berasal dari beragam latar belakang, terdapat beberapa opsi yang dapat dilakukan dalam menghadapi situasi tersebut, salah satunya ialah dengan membawa hal ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), sebagai bentuk langkah resmi dalam memeriksa dan menguji kebijakan pemerintah.
Terdapat beberapa hal penting yang akan didapatkan jika perkara ini dibawa ke PTUN, yaitu segala keluhan yang dialami atau dirasakan oleh setiap kelompok dapat tercatat secara resmi, selain itu, semua argumentasi atau informasi apapun yang tercatat dapat disebarluaskan kepada masyarakat yang lebih luas. Kemudian, hal ini juga dapat menjadi langkah yang baik dalam mempromosikan narasi Kebijakan yang inklusif.
Segala perihal yang didiskusikan secara seksama oleh seluruh peserta kegiatan dalam Diskusi yang diselenggarakan oleh SETARA Institute ini tidak lain adalah untuk mendukung penguatan kebebasan beragama dan berkeyakinan di Jawa Tengah. Harapannya, melalui forum seperti ini, terjalin sinergi yang lebih kuat antara pemangku kepentingan, tokoh masyarakat, dan warga, guna menciptakan ruang hidup yang inklusif, aman, dan menghargai keberagaman. Upaya ini menjadi bagian penting dalam memperkuat fondasi kehidupan demokratis yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan toleransi antarumat beragama di tingkat lokal maupun nasional.