Yayasan Inklusif Rilis Laporan Tahunan 2023: Menguak Deretan Fakta Mengejutkan tentang Politisasi Agama di Indonesia pada Tahun Pemilu

Loading

Oleh : Indri Ayu Tikasari

Editor : Rahmatul Amalia Nur Ahsani, Program Assistant Building Resilience Against Violent Extremism INFID

Gambar 1. Sampul Laporan Tahunan Pemantauan KBB di Jabodetabek dan Politisasi Agama di Indonesia pada pemilu 2024
Sumber: Arsip Yayasan Inklusif

Laporan Tahunan Pemantauan Kemerdekaan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) di Jabodetabek dan Politisasi Agama di Indonesia pada pemilu 2024 yang dikembangkan oleh Yayasan Inklusif bersama dengan Konsorsium INKLUSI, mampu mengupas dengan apik deretan fakta tentang tren fenomena politisasi agama yang terjadi di Indonesia pada tahun pemilu 2024. 

Berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh Yayasan Inklusif pada Januari 2023 – Januari 2024, ditemukan fakta adanya peningkatan pada tren politisasi agama di Indonesia. Peningkatan yang cukup tajam terjadi pada bulan Desember 2023, atau pada periode awal dibukanya masa kampanye oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Situasi ini menggambarkan tantangan nyata terhadap perwujudan KBB di Indonesia, dimana politisasi agama memang secara gencar dilakukan sebagai alat kampanye oleh berbagai pihak.

Pada bulan November 2023 tercatat ada 8 kasus politisasi agama di Indonesia, kemudian pada bulan Desember 2023, laporan tahunan tersebut mencatat adanya kenaikan kasus sebesar 30% dari total keseluruhan kasus politisasi yang terjadi di Indonesia, atau sebanyak 24 kasus politisasi agama terjadi pada Desember 2023. 

Laporan tersebut mengungkap bahwa terdapat dua faktor dominan yang mempengaruhi peningkatan kasus politisasi agama yang terjadi pada bulan Desember 2023 tersebut, yaitu momentum pemilu serta perayaan Natal. Hal ini tergambar melalui temuan terkait aktor pelaku politisasi agama, dimana sebanyak 54 kasus dilakukan oleh partai politik, 24 kasus dilakukan oleh non partai, yaitu meliputi organisasi masyarakat (ormas) dan tokoh agama, dan 1 kasus didalangi oleh aktor negara. 

Data diatas merupakan bukti bahwa Indonesia mengalami situasi yang cukup serius dalam menghadapi isu KBB. Partai politik menjadi aktor kunci dalam melanggengkan politisasi agama yang dapat menimbulkan polarisasi masyarakat, memperluas jurang intoleransi dan diskriminasi di kalangan masyarakat yang pada akhirnya dapat mengancam kualitas demokrasi di Indonesia. 

Lebih lanjut, dominasi partai politik (parpol) sebagai aktor dalam kasus politisasi agama juga merupakan sebuah ancaman serius terhadap masa depan KBB.  Partai politik merupakan kelompok yang memiliki kesempatan paling besar untuk menduduki jabatan strategis dalam pemerintahan dan berperan dalam menentukan arah kebijakan. Namun disisi lain data yang terhimpun menunjukkan bahwa kelompok tersebut merupakan aktor kunci dalam pelestarian politisasi agama di Indonesia.

Laporan tahunan  yang dikembangkan oleh Yayasan Inklusif ini juga memperlihatkan bahwa terdapat 13 parpol yang terlibat dalam kasus politisasi agama dalam kurun waktu Januari 2023 – Januari 2024. Partai PKS terekam menjadi partai yang paling sering melakukan politisasi agama, dengan total 9 kasus. Diikuti oleh PDIP dengan total 8 kasus dan Gerindra sebanyak 7 kasus. 

Jika merunut data update yang tersaji pada portal berita mainstream di Indonesia, tidak terlihat adanya kenaikan yang signifikan pada jumlah pemilih pada partai yang terlibat dalam politisasi agama dengan total keterlibatan yang cukup tinggi. PKS misalnya, menurut Sekretaris Jenderal DPP PKS, Aboebakar Alhabsyi menuturkan dalam keterangan persnya (22/10/2023) bahwa pada pemilu 2019 perolehan suara PKS mencapai 11.49 juta suara atau setara 8,21%, sedangkan pada pemilu 2024, PKS memperoleh 12,78 juta suara atau 8,42%. Kemudian PDIP bahkan menunjukkan adanya penurunan perolehan suara, pada pemilu 2019 lalu, PDIP berhasil mengantongi sekitar 27 juta suara, namun pada pemilu 2024, partai kepala banteng tersebut hanya memperoleh sekitar 25 juta suara.

Meskipun tentu terdapat variabel lain yang melatarbelakangi perolehan suara pada partai tersebut, namun hal ini dapat menunjukan signifikansi politisasi agama dalam memperoleh suara dalam pemilu. Hal ini tidak sebanding dengan permasalahan sosial yang timbul akibat maraknya praktik politisasi agama dalam masa kampanye pemilu. 

Lebih lanjut, laporan ini juga mengungkap bahwa Pulau Jawa merupakan kawasan poros

utama politisasi agama bila dibandingkan dengan wilayah luar Jawa. Data mencatat bahwa Jawa Barat menduduki peringkat nomor satu dengan daerah paling banyak kasus politisasi agama yang terjadi pada rentang Januari 2023-Januari 2024 dengan jumlah sebanyak 23 kasus. Kemudian kasus politisasi agama terbanyak kedua terjadi di wilayah Jakarta dengan total sebanyak 13 kasus. Provinsi dengan jumlah kasus politisasi agama terbanyak selanjutnya yaitu di Provinsi Sulawesi Selatan dengan total 9 kasus. 

Laporan ini melihat terdapat dua faktor yang mempengaruhi persebaran wilayah terjadinya kasus politisasi agama tersebut, yaitu fakta bahwa jumlah penduduk di Pulau Jawa merupakan yang terbesar dibandingkan dengan pulau lain, dan juga masih banyaknya pemilih Indonesia yang tergolong sebagai pemilih sosiologis, yaitu pemilih yang menentukan pilihannya berdasarkan faktor sosiologis seperti agama, suku dan lainnya. Kondisi tersebut akhirnya dimanfaatkan oleh suatu kelompok dalam mencapai tujuannya. 

Seluruh temuan terkait politisasi agama yang dipotret oleh Yayasan Inklusif dalam laporan tahunannya ini tentunya diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan strategis bagi seluruh pemangku kepentingan dalam mempromosikan nilai-nilai KBB sehingga nantinya masyarakat dapat terlibat secara aktif dalam menekan dampak yang terjadi akibat politisasi agama. Selain itu, Yayasan Inklusif dalam analisisnya juga menghadirkan beberapa rekomendasi untuk meminimalisasi praktik politisasi agama di Indonesia, yaitu mengajak seluruh pihak untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas lembaganya, selain itu juga perlu ditingkatkan forum-forum lintas agama, serta penting untuk memastikan keberadaan hukum yang tegas dan inklusif dalam penegakannya.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Skip to content