Penulis: Gresy Kristriana
Editor: Naztia Haryanti, Consultant for Campaign INKLUSI

Sumber: Arsip Dokumentasi MediaLink
Jakarta, 27 Februari 2025 – Anugerah Jurnalisme Inklusif (AJIF) 2025, sebuah inisiatif yang digagas yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap karya jurnalistik yang mengangkat isu keberagaman. Kegiatan ini diselenggarakan oleh MediaLink yang bekerja sama dengan SETARA Institute, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), INFID, Ma’arif Institute, Inklusif, Aliansi Media Siber Indonesia (AMSI), Human Rights Working Group (HRWG), Serikat Jurnalis Untuk Keberagaman (Sejuk), dan Internews. Tema yang diusung adalah kebebasan beragama dan berkeyakinan dengan irisan isu-isu seperti inklusivitas, gender, dan kelompok minoritas agama.
Setelah melewati beberapa proses persiapan, akhirnya MediaLink menuju proses penjurian AJIF 2025 berlangsung dalam beberapa tahapan yang terstruktur, diawali dengan penentuan kurasi karya, penjurian karya video, audio, dan diakhiri dengan penjurian karya tulis serta penetapan pemenang.
Bertempat di Bangi Kopi, Pasar Minggu, pada 30 Januari 2025, proses kurasi awal karya-karya yang masuk telah dilaksanakan. Para kurator berasal dari perwakilan organisasi konsorsium Program INKLUSI yang bersama-sama menyeleksi karya berdasarkan relevansinya terhadap isu kebebasan beragama dan berkeyakinan. Fokus utama kurasi meliputi hak untuk menjalankan ibadah, hidup berdampingan dalam masyarakat yang beragam, serta pengakuan terhadap keberagaman agama dan kepercayaan, termasuk hak serta identitas kelompok minoritas.
Isu kebebasan beragama juga dilihat dalam dimensi sosial yang lebih luas, seperti dinamika antara kelompok mayoritas dan minoritas, termasuk kelompok mikro minoritas, kelompok disabilitas, dan kelompok minoritas gender. Salah satu contoh nyata yang menjadi perhatian adalah diskriminasi sosial dan hambatan pendidikan yang dialami komunitas Ahmadiyah di berbagai wilayah. Di sisi lain, kisah anak-anak korban terorisme yang mengalami stigma dan marginalisasi hanya karena keyakinan agama keluarganya, turut memperlihatkan sisi human interest yang kuat dalam isu ini.
Perbedaan pendekatan antara media mainstream dan media alternatif juga menjadi bagian dari refleksi kurasi. Terlihat bahwa media alternatif cenderung lebih berani menyuarakan hak-hak kelompok minoritas dan menyentuh sisi-sisi yang luput dari pemberitaan arus utama. Dalam forum yang sama, disepakati bahwa karya-karya yang tidak memiliki keterkaitan langsung dengan isu kebebasan beragama dan berkeyakinan akan ditandai dan dieliminasi dari tahap penjurian selanjutnya.
Tahap selanjutnya adalah penjurian karya video, audio dan tulisan yang dilaksanakan pada 12 Februari 2025 di Grand Cemara Hotel, Jakarta. Dari total 104 karya yang dikurasi, 32 karya dieliminasi karena tidak memenuhi kriteria. Dan jumlah karya yang melanjutkan ke tahap penjurian yaitu terdapat 9 audio, 7 video, dan 55 tulisan.
Kriteria pada penilaian karya video dan audio jurnalisme inklusif meliputi fokus pada tema, ringkasan yang komprehensif dan berpihak pada korban, alur storytelling yang jelas tanpa melompat-lompat antara narasi dan wawancara, aksesibilitas bagi kelompok disabilitas, penyajian konteks yang kuat, serta durasi konten yang sesuai. Setelah seluruh karya masuk dan proses penilaian dilakukan, perwakilan organisasi bersama tim juri telah menentukan pemenang sementara berdasarkan kualitas karya yang memenuhi kriteria tersebut.
Berlanjut kembali lagi pada tahap akhir penjurian untuk kategori tulisan telah dilaksanakan pada 27 Februari 2025 di Aston Priority, TB Simatupang. Dalam proses ini, MediaLink mengajukan sepuluh tulisan rekomendasi yang kemudian dinilai oleh para juri.
Salah satu karya yang mampu mengangkat isu-isu kelompok minoritas dengan pendekatan mendalam dan berpihak yaitu berjudul “Lima Orang Jemaat Katolik Bebas Tersisa di Bandung, Sembilan Tahun Beribadah di Rumah” dari Bandung Bergerak yang menonjolkan kelompok mikro minoritas yang jarang terekspos, disampaikan dengan narasi yang kuat, dokumentasi visual pendukung, serta upaya jurnalis dalam memverifikasi data dan menurut sejarah peristiwa secara hati-hati.
Disusul karya lain yaitu “Solusi Menghentikan Persekusi dan Diskriminasi Jemaat Ahmadiyah” dari Tempo mendapat perhatian juri karena keberaniannya mengangkat isu yang sarat trauma dan ketegangan sosial. Nany Afrida mewakili AJI Indonesia menilai topik ini sangat menarik, meski tantangan utama terletak pada bagaimana menggambarkan pengalaman traumatis dengan sensitif. Sementara itu, Daniel Awigra dari HRWG menilai aspek emosional dalam tulisan ini sangat baik karena mampu mengajak pembaca merasakan sisi kemanusiaan para korban. Ia juga mencatat bahwa solusi yang ditawarkan cukup kaya, karena disampaikan dari berbagai perspektif aktor yang terlibat.
Keseluruhan proses penjurian ini menegaskan bahwa karya jurnalistik yang berkualitas lahir dari ketekunan, riset yang serius, serta keberanian mengangkat suara-suara yang kerap terpinggirkan. Ajang Anugerah Jurnalisme Inklusif 2025 tidak hanya menjadi ruang apresiasi, tetapi juga platform untuk memperkuat praktik jurnalisme inklusif. Sebagai tindak lanjut, para pemenang dari tiga kategori utama (video, audio, dan tulisan) akan segera ditetapkan pada Maret 2025 mendatang.