Proses demokratisasi di Indonesia terus mengalami pematangan dan telah menunjukkan banyak kemajuan dalam berbagai bidang sejak bergulirnya reformasi 1998. Telah banyak pihak yang mengakui secara sistem ketatanegaraan, Indonesia dapat menjadi contoh reformasi kerangka fundamental hubungan negara dan warganya, terutama dengan dilakukannya amandemen UUD 1945 yang salah satunya memasukkan seperangkat hak warga negara yang harus dijamin pemenuhannya oleh negara. Dalam konteks peraturan perundang-undangan, kita juga telah memiliki sejumlah peraturan perundang-undangan yang memperkuat kerangka hukum jaminan hak-hak tersebut seperti UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, UU No. 12 tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, UU No. 11 tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak Ekosob, UU No. 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya.
Sejalan dengan itu, berbagai persoalan dalam pemenuhan hak-hak warga negara juga masih muncul, karena apa yang tertulis dengan apa yang ada di lapangan tidak selalu mudah berjalan secara konsisten. Terlebih dengan fakta keberagamaan Indonesia yang sangat kaya tidak mudah mengelolanya. Hal ini telah mendorong berbagai pihak untuk terus menemukan formula yang tepat dalam mengelola agar keberagamaan tidak menjadi faktor pemicu perpecahan, sebaliknya menjadi perekat persatuan.
Ikhtiar yang dilakukan Yayasan Inklusif dengan menyusun Pedoman Pengelolaan Keberagamaan Inklusif bagi Pemerintah Daerah ini merupakan salah satu upaya tersebut. Pedoman ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan panduan yang dapat dimanfaatkan berbagai pihak terutama Pemerintah Daerah dalam menghadapi dinamika dan tantangan kehidupan beragama di daerah. Pedoman ini menjadi sangat relevan karena selain merupakan formula praktis yang mudah digunakan, juga bersumber dari berbagai kebijakan, baik di tingkat nasional maupun internasional. Lebih jauh lagi pedoman ini juga menampilkan sejumlah praktik baik sebagai inspirasi sekaligus menunjukkan bahwa kita memiliki modalitas sosial dan struktural untuk bisa menerapkan Pedoman di masing- masing daerah.
Karena itu, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah terlibat langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan Pedoman ini. Kepala Alamsyah M. Dja’far, Dahlia Madanih, dan Libasut Taqwa yang telah bekerja keras menyusun naskah ini, kepada para narasumber, fasilitator, peserta aktif 4 kali FGD penyusunan, Nur Laeliyatul Masruroh selaku penyelia aksara, dan pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Akhirnya, kami ucapkan selamat memanfaatkan Pedoman ini.