Dalam lima tahun terakhir, tren pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan menunjukkan peningkatan yang mengkhawatirkan. SETARA Institute menemukan bahwa bibit intoleransi, eksklusivitas, dan ancaman terhadap perdamaian tumbuh di berbagai sektor, termasuk pendidikan, pemerintahan, organisasi pergerakan, dan media. Media, yang seharusnya menjadi garda depan dalam edukasi dan literasi toleransi, justru sering terjebak dalam sensasionalisme demi mengejar popularitas, sehingga turut memperkuat segregasi dan eksklusivitas.
Merespon hal ini, SETARA Institute menerbitkan modul sebagai dasar pelatihan Jurnalisme Inklusif (Inclusive Journalism) untuk meningkatkan kapasitas jurnalis dalam menghasilkan pemberitaan yang mengedepankan nilai-nilai keberagaman, toleransi, dan perdamaian. Modul pelatihan ini tidak hanya dirancang untuk jurnalis dan organisasi perempuan berbasis keagamaan, tetapi juga dapat diadaptasi oleh berbagai kalangan, termasuk aktivis NGO, tokoh masyarakat, dan pemuda. Dengan replikasi kegiatan ini, diharapkan tercipta ekosistem media yang lebih progresif bagi pemajuan inklusi sosial di masyarakat.