In-Person Training  “Modul Jurnalistik Inklusif untuk Kesetaraan dan Kebangsaan”

Loading

Oleh: Parwiin Salma

Bandung, 22 Maret 2024 – Di ruang aula Grand Pasundan Convention Hotel, para peserta berkumpul dengan harapan baru. Mereka datang dari berbagai penjuru Jawa Barat, membawa serta semangat dan keresahan akan maraknya ekstremisme kekerasan di media. Di sinilah Fatayat NU Jawa Barat, berkolaborasi dengan INFID (International NGO Forum on Indonesian Development), mengadakan pelatihan bertema “Modul Jurnalistik Inklusif untuk Kesetaraan dan Kebangsaan.”

Suasana hangat menyelimuti ruangan ketika Ibu Neng Hannah, Project Officer pelatihan, membuka acara dengan senyum tulusnya. Sebanyak 25 peserta hadir, terdiri dari jurnalis, influencer, dan praktisi media sosial, siap menyerap ilmu yang akan mengarahkan mereka pada praktik jurnalisme yang lebih inklusif.

Ibu Neng Hannah menyebutkan, “Beberapa peserta ini sudah mengikuti pelatihan online, sementara yang lainnya baru pertama kali mengikuti secara offline. Ini menarik karena melibatkan generasi muda yang punya potensi besar untuk menyebarkan nilai toleransi dan kerukunan.”

Di hadapan mereka, tersaji berbagai materi yang dirancang untuk memperkaya keterampilan jurnalistik. Dari “Peran dan Etika Peliputan Jurnalis dalam Moderasi Beragama” hingga “Menangani Konflik Berbasis Agama dalam Berita”. Setiap sesi mengalir dengan penuh diskusi dan refleksi. Para peserta diajak untuk merenungkan peran mereka sebagai jurnalis yang tidak hanya melaporkan, tetapi juga membentuk opini publik yang moderat dan inklusif.

Salah satu sesi yang paling menarik adalah ketika berbicara tentang “Jurnalisme Berperspektif Perempuan”. Dalam suasana yang penuh empati, para peserta mendengar cerita tentang diskriminasi gender dalam dunia jurnalistik. Materi yang disampaikan pun dijelaskan dengan begitu menggugah. Ini bukan hanya sekedar pelatihan teknik menulis, tetapi tentang memahami penderitaan yang tak terlihat. Menulis adalah sebuah kisah dengan hati yang penuh welas asih.

Di antara para peserta, ada yang datang dari Lajnah Imaillah, SEPMI, HWDI, Ijabi, Puan Hayati, GKP, Swarasaudari, GKKD, dan WHDI. Keberagaman ini bukan hanya simbolik, tetapi mencerminkan prinsip GEDSI (Gender Equality, Disability, and Social Inclusion) yang diusung dalam pelatihan ini. “Melalui kehadiran yang beragam, kita bisa saling belajar dan memahami lebih dalam makna inklusivitas,” ujar Ibu Neng dengan penuh keyakinan.

Para narasumber pun tak kalah beragam, dari NU Jabar Online, Bandung Bergerak, Pikiran Rakyat, hingga akademisi dan pendeta Kristen. Mereka semua menyumbangkan perspektif yang berbeda, memperkaya diskusi dan membuka wawasan baru. Risdo dari Jakatarub dan Siti Latifah, Pimpinan Redaksi Kutub.id, memberikan pendampingan langsung dalam sesi one-on-one, membantu peserta menulis dengan lebih tajam dan mendalam.

Ibu Hirni Kifa Hazefa, Ketua Fatayat NU, menegaskan pentingnya tulisan sebagai jalan dakwah. “Ini bukan hanya tentang Fatayat, tetapi tentang memberikan kesempatan bagi banyak pihak untuk saling belajar,” ujarnya. Dalam kalimatnya tersirat harapan bahwa melalui tulisan, nilai-nilai Rahmatan Lil Alamin bisa tersebar luas, membawa kedamaian dan keharmonisan.

Di sisi lain, Bapak Hamdan Abdul Wahid dari INFID menyampaikan kekhawatirannya tentang mudahnya akses internet yang sering kali disalahgunakan. “Informasi yang salah tentang agama bisa menimbulkan stigma negatif,” katanya. Ia menekankan pentingnya menyampaikan nilai-nilai kebersamaan, kesetaraan gender, dan kebangsaan secara terus menerus, agar menjadi wacana publik yang sehat.

Pelatihan ini bukan sekadar ajang belajar, tetapi sebuah perjalanan menuju pemahaman yang lebih dalam tentang makna jurnalisme yang bertanggung jawab. Setiap peserta membawa pulang lebih dari sekadar pengetahuan teknis; mereka membawa semangat untuk menulis dengan hati, untuk menyuarakan yang benar dengan penuh kejujuran. Dalam keheningan malam, ketika para peserta kembali ke kehidupan sehari-hari, mereka kini adalah agen perubahan. Mereka akan menulis cerita-cerita baru yang penuh toleransi dan cinta, meneguhkan bahwa keberagaman adalah kekuatan, dan kesetaraan adalah fondasi bangsa yang harmonis. Pelatihan ini hanyalah awal dari perjalanan panjang, sebuah langkah kecil menuju masyarakat yang lebih adil dan beradab.

“Artikel ini memperoleh dukungan dari Fatayat NU Jawa Barat & INFID dalam rangka konsorsium INKLUSI”

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Skip to content