Peran Media Keislaman dalam Kampanye Moderasi Beragama

Loading

Penulis: Gresy Kristriana
Editor: Rahmatul Amalia Nur Ahsani, Program Assistant Building Resilience Against Violent Extremism INFID

Paham keagamaan yang ekstrim dan intoleran merajalela di media sosial, tercermin dari konten-konten yang penuh dengan ujaran kebencian, provokasi, dan diskriminasi berbasis agama. Ancaman tersebut mengancam kerukunan dan toleransi beragama di Indonesia. Selain itu, media mainstream terbatas dalam menyuarakan isu-isu kebebasan berkeyakinan, moderasi, dan kelompok rentan karena dipengaruhi oleh ekosistem yang sangat komersial. Dampaknya adalah isu-isu yang tidak menghasilkan pendapatan dari iklan tidak mendapatkan perhatian yang layak dalam konteks sosial dan masyarakat.

Sebagai respons untuk mendorong peran strategis media yang dalam penyebaran berbagai gagasan tentang pluralisme, inklusivitas, toleransi dan penghargaan terhadap nilai-nilai kebebasan dalam beragama dan berkeyakinan, MediaLink berkolaborasi dengan Badan Penanggulangan Ekstrimisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI) dengan menggelar acara Media Meeting pada 9 Agustus 2023 yang dilaksanakan di Hotel Aston Priority, Jakarta Selatan.

Media Meeting dilaksanakan bertujuan untuk membahas kembali isi siaran/konten yang sudah disosialisasikan ke masyarakat, merumuskan isi siaran yang akan digunakan untuk kampanye moderasi beragama dan diskusi bagaimana reaksi masyarakat pembaca terhadap isi siaran yang sudah disosialisasikan.

Acara ini dihadiri oleh sejumlah perwakilan media keislaman yang berbasis di Jakarta yaitu, Bincang Muslimah, Tafsir Quran, Bincang Syariah, Laduni dan Sanad Media. Sebelumnya media-media tersebut sudah bersepakat dalam pembuatan konten dengan mengangkat isu “Islam dan Kebangsaan di Tahun Politik 2023” dengan tema keberagaman, toleransi, kesetaraan dan kebersamaan.

Kelima media tersebut memiliki karakter pemberitaan yang berbeda-beda serta memiliki kekuatan di media sosial. Bincang Syariah dan Bincang Muslimah memiliki kekuatan menjangkau anak muda dengan tema-tema fiqih Keislaman dalam kehidupan sehari-hari. Sanad Media berfokus untuk menerjemahkan pidato ulama Timur Tengah guna mempengaruhi kelompok Islam Konservatif yang menganggap pemikiran Timur Tengah lebih benar. Sedangkan Tafsir Quran fokus pada penafsiran Al-Quran dan Hadist yang mendukung pada toleransi dan kesetaraan, serta Laduni yang fokus pada sejarah.

Dari total 17 peserta, terdapat 6 perempuan dan 11 laki-laki. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan dalam partisipasi gender, walaupun secara kuantitatif unsur proporsi keseimbangan belum terpenuhi, kendati demikian secara kualitatif praktisi media perempuan sudah berkontribusi dalam memberikan gagasan, usulan dan rumusan siaran dalam kampanye moderasi beragama.

Capaian Impresi dan Tantangan Media Keislaman

Para praktisi media turut serta dalam menyampaikan capaian impresi lewat tulisan artikel di website, Instagram, X, YouTube dan Facebook mereka. Misalnya temuan dari Sanad Media yang menyoroti bahwa konten infografis lebih banyak diminati dibandingkan konten artikel dan YouTube. Sedangkan substansi konten yang paling banyak diminati seputar tentang isu general millennial, toleransi dan kesetaraan. Khususnya pada isu kesetaraan gender memiliki potensi untuk melanjutkan perjuangan hak-hak dan kesempatan yang sama bagi semua individu dan kelompok lewat pemberitaan media yang inklusif dan sensitif gender dengan menghindari stereotip gender dan penghormatan terhadap keberagaman identitas dan pengalaman gender.

Beda halnya dengan Laduni, yang mana artikel website mereka cenderung memiliki 350-2.239 viewers dengan tema moderasi beragama, misalnya artikel tentang “Prinsip Umat Islam dalam Menjalin Kerukunan dengan Pemeluk Agama Lain” mencapai 2.239 viewers dan artikel yang berjudul “Toleransi Umat Beragama: Kunci Menuju Indonesia Emas 2045” yang mencapai 1.765 viewers.

Selain membicarakan capaian impresi, Media Meeting menggarisbawahi tantangan yang dialami oleh media keislaman ketika mengangkat tema Islam dan Kebangsaan di Tahun Politik, seperti (1) membahasakan kembali tema politik yang sensitif dengan bahasa populer dan sederhana ternyata menjadi tantangan tersendiri untuk memantik pembaca agar saling berdiskusi kritis, (2) Membaca pola tren yang cepat berubah khususnya dikalangan Generasi Z dalam mengkritisi keagamaan dan politik, dan (3) Media-media keislaman saat ini masih bekerja sendiri-sendiri karena belum adanya ekosistem yang mumpuni sebagai ruang kolaborasi.

Rumusan Siaran dalam Kampanye Moderasi Beragama

Pertemuan ini juga menjadi wadah untuk merumuskan isi siaran yang akan digunakan dalam kampanye moderasi beragama berikutnya. Hasil ini akan diformulasikan sedemikian rupa agar dapat menjangkau berbagai lapisan masyarakat, terutama mereka yang belum memiliki pemahaman yang cukup tentang pentingnya toleransi dan pluralisme dalam kehidupan beragama yang moderat. Tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu:

  1. Menganalisis pola dan tren: hal ini untuk menarik atensi kalangan generasi millennial dan generasi Z agar mampu menyuguhkan konten-konten yang relevan dengan konteks lokal dan kebutuhan audiens target. Konten dapat berupa cerita, fakta, statistik, atau testimonial yang mendukung pesan kampanye.
  2. Inklusivitas dan Keterlibatan: Memastikan bahwa siaran menggambarkan inklusivitas dan keterlibatan dari berbagai keterwakilan bermakna dari kelompok marginal dan kelompok rentan. Hal ini dapat meningkatkan rasa memiliki dan dukungan terhadap pesan-pesan damai.
  3. Konsistensi dan Kelanjutan: Merencanakan, menciptakan dan mengevaluasi siaran sebagai bagian dari kampanye yang konsisten dan berkelanjutan. Pesan-pesan harus diulang secara berkala untuk memperkuat dampaknya dan membangun kesadaran yang berkelanjutan.

Dari Media Meeting ini, para praktisi media memperoleh pembelajaran dalam memperkaya rincian tema yang diangkat, mengapresiasi pentingnya membaca tren untuk pengembangan konten video agar dapat lebih banyak dibagikan, menyadari pentingnya diksi yang tepat untuk menghadapi konflik global dan tren ateisme, serta menyepakati bahwa tagar atau sistem microlink perlu ditingkatkan untuk saling mendukung, sehingga konten tidak diambil tanpa mencantumkan kredit kepada media aslinya oleh platform media besar seperti Google.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Skip to content