oleh : Ryan Richard Rihi
editor : Syafira Khairani, Program Officer Promoting Tolerance and Respect for Diversity INFID
Media memiliki daya ungkit untuk mendorong masyarakat menerima nilai-nilai keragaman sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan berdemokrasi. Sayangnya, potensi tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal oleh media.
Hal ini terungkap dalam hasil monitoring media yang dilaksanakan MediaLink pada Februari 2023. Monitoring ini dilakukan terhadap pemberitaan di berbagai media daring (online) sepanjang Januari-Desember 2022. Fokus dalam monitoring media ini terletak pada klaster isu kebebasan beragama dan berkeyakinan serta moderasi beragama. Riset monitoring media ini dimaksudkan untuk melihat tren yang berkembang di media terkait isu moderasi keberagamaan serta kebebasan beragama dan berkeyakinan. Selain itu, riset ini juga ditujukan untuk mendapatkan pemetaan terhadap alam pikir media sekaligus menjadi landasan upaya pengarusutamaan isu-isu terkait di media.
Penelitian yang dijalankan dengan metode analisis konten ini menemukan sebanyak 775 berita dari media daring nasional yang terdaftar dan terverifikasi di Dewan Pers sepanjang 2022. Pemberitaan dengan isu terkait secara signifikan mengalami kenaikan setiap bulannya.
Namun demikian, hasil monitoring ini menggarisbawahi keberpihakan media terhadap isu moderasi beragama serta kebebasan beragama dan berkeyakinan yang masih belum kuat dan cenderung bias.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa, alih-alih positif atau negatif, secara umum sikap pemberitaan media dinilai masih netral. Meski begitu, memang ada beberapa media yang dengan lugas menunjukkan dukungan dan apresiasi dalam pemberitaan terkait moderasi beragama serta kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Misalnya dalam kasus penolakan pendirian rumah ibadah di beberapa wilayah seperti Cilegon, Bogor, dan Makassar. Media seperti tirto.id dan beritasatu.com memberitakan kasus-kasus tersebut dengan tegas, mengutip sumber-sumber kompeten seperti Kementerian Agama (Kemenag), dan akademisi bahwa hal itu bertentangan dengan konstitusi dan regulasi yang ada.
Namun, di sisi lain, masih banyak juga media yang ditemukan mengambil sikap “aman” dalam pemberitaan isu-isu sensitif tersebut. Untuk satu isu media bisa saja bersikap tegas, tetapi pada isu yang lain bisa jadi terkesan bias atau mengambil jalan aman dengan berlindung di balik “netralitas”. Oleh karena itu, hasil monitoring media ini mengidentifikasi kebutuhan bahwasanya media perlu mengambil langkah dengan menyajikan pemberitaan yang bersifat mendewasakan pembaca terkait isu kebebasan beragama dan moderasi keberagamaan.

Dalam temuan lainnya, media dipandang seharusnya dapat menjadikan isu-isu moderasi beragama serta kebebasan beragama dan berkeyakinan yang berkembang di masyarakat sebagai wacana dialog yang berkesinambungan dan memberi kesadaran kepada masyarakat.
Upaya ini dianggap penting mengingat moderasi beragama dan penghargaan pada kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah kunci dalam mengelola kehidupan masyarakat yang multikultural seperti Indonesia.
Sementara itu dari sisi liputan, kata kunci “terorisme” menjadi yang paling banyak mendapat porsi pemberitaan di media dengan 174 berita sepanjang 2022. Berikutnya, disusul kata kunci “toleransi/intoleransi” (157 berita), “pelarangan kegiatan/tempat ibadah” (141 berita), “islamofobia” (92 berita), “moderasi beragama” (66 berita), serta “kebebasan beragama dan berkeyakinan” (24 berita).
Tingginya liputan soal terorisme tak lepas dari faktor masih kuatnya paham dan gerakan Islam politik yang mengusung agenda negara Islam. Di sisi lain, hal ini juga dipengaruhi peristiwa-peristiwa aksi teror di sejumlah wilayah sepanjang 2022 seperti Sulawesi, Sumatera, Lampung, hingga pengeboman Polsek Astana Anyar di Bandung.
Sumber berita yang paling banyak dikutip adalah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) setelah Kemenag. BNPT menjadi “media darling” sumber dari institusi pemerintah dalam pemberitaan terkait terorisme, radikalisme, dan deradikalisasi.
Di sisi lain, Kemenag menjadi sumber dari institusi pemerintah yang terutama dirujuk dalam pemberitaan terkait moderasi beragama, toleransi atau intoleransi, dan Islamophobia.
Dari sisi lokus pemberitaan, Ibu Kota Jakarta mendominasi dengan 342 kali pemberitaan sebagai sumber lokasi berita. Keberadaan narasumber maupun lokus media daring yang banyak terdapat di Jakarta membuat dominasi Jakarta ini dapat dipahami. Selanjutnya, sumber lokasi berita banyak terjadi di Jawa Barat (129 kali), Banten (73 kali), dan Jawa Tengah (28 kali).
Sebagai informasi tambahan, beberapa media yang diteliti dalam media monitoring ini di antaranya kompas.com, tempo.co, bisnis.com, cnnindonesia.com, beritasatu.com, republika.com, merdeka.com, antaranews.com, harianterbit.com, netralnews.com, akurat.co, detik.com, harianjogja.com, jawapos.com, IDNtimes.com, tribunnews.com, deliknews.com, koranjakarta.com, cnbcindonesia.com, medcom.id, tirto.id, liputan6.com, okezone.com, dan lain-lain.
Penelitian media monitoring ini diharapkan menjadi titik awal dalam upaya pengarusutamaan isu moderasi beragama serta kebebasan beragama dan berkeyakinan di media ke depannya.
Hal ini karena mengingat bahwa narasi keagamaan yang moderat tidak hanya menjadi kebutuhan personal atau lembaga, tetapi juga kebutuhan masyarakat luas di tengah fenomena menguatnya narasi radikalisme, praktik intoleransi, dan sentimen anti-Pancasila. Oleh sebab itu, dilandasi oleh prinsip-prinsip media seperti jurnalisme etis, profesional, dan pluralistik, media didorong untuk memiliki agenda menanamkan nilai-nilai pluralisme di masyarakat melalui pemberitaannya.