Menembus Stigma: Revolusi Identitas Perempuan Ahmadiyah di Tengah Pengasingan Sosial

Loading

(Penulis: Tia Pramesti – PC Fatayat NU Kab. Tasikmalaya)

“Aku seorang perempuan Ahmadiyah, saat SMP aku baru tahu bahwa keyakinanku itu dianggap sesat!”

Khadijah (bukan nama sebenarnya) kecil tumbuh seperti anak pada umumnya. Ketika duduk di bangku sekolah dasar, Khadijah menghabiskan waktu untuk bersekolah dan bermain dengan teman. Kedua kegiatan tersebut begitu menyenangkan bagi Khadijah. Sampai pada suatu waktu ketika naik ke kelas 4, Khadijah mulai menyadari bahwa ada beberapa hal yang diketahuinya ternyata tidak diketahui oleh teman-temannya. Khadijah kecil memiliki Khalifah seperti apa yang selalu diceritakan kedua orang tuanya. Khadijah menceritakan hal tersebut kepada teman-temannya, namun mereka tidak mengerti dan hanya kebingungan. Saat itu Khadijah dan teman-temannya terbilang masih kanak-kanak, hal tersebut tidak menimbulkan masalah dan tidak terlalu dihiraukan oleh mereka. Tetapi, ceritanya menjadi lain saat Khadijah mulai masuk bangku Sekolah Menengah Pertama. Kehidupannya tidak selalu berjalan mulus seperti apa yang diharapkannya.

Khadijah remaja pelan-pelan mulai menyadari dengan betul identitasnya sebagai jemaat Ahmadiyah. Suatu waktu, Khadijah dikagetkan dengan perkataan guru agamanya di sekolah bahwa apa yang ia yakini selama ini adalah sesuatu yang menyeleweng, “Ahmadiyah itu sesat!” tegas gurunya. Kalimat tersebut memberikan tekanan besar bagi Khadijah karena guru yang bersangkutan terkenal tidak akan segan-segan memberikan nilai kecil kepada siapa saja yang tidak ia sukai. Khawatir identitasnya dapat menghambat prestasinya di sekolah, Khadijah langsung bercerita kepada orang tuanya. Sesuai saran orang tuanya, semenjak itu Khadijah mulai menyembunyikan identitasnya sebagai pengikut Ahmadiyah demi mendapat penerimaan dari lingkungan sekolahnya dan hanya fokus menunjukan akhlak yang baik kepada orang lain serta meningkatkan kemampuannya dalam membaca Al-Quran. Khadijah bertekad untuk membuktikan bahwa identitasnya tidak bisa ditentukan oleh pandangan sempit orang lain.

Pengalaman tidak mengenakan terkait keyakinannya kembali ia alami ketika Khadijah masuk kuliah. Beranjak dewasa, intelektual dan emosional Khadijah semakin matang. Khadijah mulai memperdalam keyakinannya dan mulai tumbuh pada dirinya keberanian untuk kembali membuka diri kepada orang lain terkait identitasnya. Khadijah merasa sembunyi-sembunyi tidak pernah membawa kebahagiaan yang sesungguhnya. 

Melangkah ke dunia kuliah, Khadijah berharap akan mendapatkan kebebasan untuk menjadi dirinya yang seutuhnya. Namun, kenyataannya tidak demikian. Saat dia berani membuka identitasnya sebagai seorang jemaat Ahmadiyah, Khadijah harus menerima respon kurang hangat dan mengecewakan dari teman-temannya. 2 hari semenjak pengakuannya tersebut, temannya memilih menjauhi Khadijah dan tidak lagi menjadi teman dekatnya. Khadijah dianggap berbeda hanya karena corak keyakinan yang ia anut.

Pengalaman penolakan atas dirinya tentu membuat Khadijah sedih, tetapi hal tersebut tidak pernah menggoyahkan keyakinannya. Khadijah lebih memilih fokus untuk mengembangkan potensinya, salah satunya dengan aktif terlibat dalam organisasi Lajnah Imaillah Bandung, sebuah wadah bagi perempuan Ahmadiyah untuk berkumpul, belajar agama, berkegiatan, berbagi pengalaman, dan berjuang melawan diskriminasi. Melalui organisasi ini, Khadijah semakin yakin bahwa alih-alih sesat, sebaliknya Ahmadiyah memiliki nilai yang positif dan banyak memberikan kebermanfaatan bagi masyarakat. Khadijah menjadi tahu bahwa agenda Ahmadiyah kental dengan kegiatan sosial dan kemanusiaan. Ahmadiyah adalah pelopor dan penyumbang donor mata nomor satu di dunia.

Bagi Khadijah pribadi, melalui organisasi ini Khadijah bisa mengaktualisasikan diri serta keyakinannya tidak hanya dalam hati dan pikiran saja, melainkan juga melalui praktek. Khadijah mendapat kesempatan untuk melakukan banyak kerjasama dengan berbagai jaringan lintas organisasi seperti Fatayat NU dalam kegiatan inklusi dan moderasi beragama. Khadijah seakan mendapat kekuatan baru ketika bertemu teman-teman dari lintas organisasi dan merasa tidak sendiri dalam perjuangan melawan diskriminasi.

Khadijah akan terus berjuang untuk dirinya dan siapapun yang mengalami diskriminasi berdasar latar belakang identitasnya. Khadijah akan berjuang untuk menunjukan bahwa Ahmadiyah adalah bagian dari Islam, sama seperti organisasi Islam lainnya. Khadijah berharap akan semakin banyak orang yang tahu dan paham akan hal tersebut. Khadijah ingin generasi selanjutnya termasuk adiknya tidak perlu mengalami pengalaman diskriminasi berdasar identitas dan keyakinan seperti dirinya. 

Khadijah juga mengajak kamu, siapapun yang ingin mengenal Ahmadiyah untuk berkenalan langsung melalui website resmi Ahmadiyah https://ahmadiyah.id/?amp

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Skip to content